
Kalah saing mengungkit daya saing
Realisasi PMA (Penanaman Modal Asing)di Indonesia cenderung menunjukkan penurunan. Pada 2018 realisasi PMA turun dibanding 2017 setidaknya karena dinamika ekonomi global, menjelang tahun politik. Ini memunculkan kekhawatiran pada kepastian regulasi pada sektor dengan orientasi jangka panjang (migas, manufaktur, perkebunan), dan transisi perizinan menggunakan OSS.
Siapapun Presidennya, impor pasti, dan akan tetap jalan
Impor menjadi suatu yang pasti, menghentikannya adalah sesuatu yang utopis. Hal ini disebabkan dua faktor utama diantaranya: (1) semakin rendahnya output di sektor pertanian dan peternakan sementara pertumbuhan penduduk, terutama kelas menengah, terus meningkat; dan (2) sektor industri yang masih mengandalkan bahan baku impor.
Deindustrialisasi adalah hal lumrah, namun di Indonesia terjadi lebih cepat dari negara ASEAN lainnya
Meski deindustrialisasi dan transformasi struktural ekonomi merupakan fenomena alamiah dan terjadi secara global, namun demikian deindustrialisasi di Indonesia terjadi cepat. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan porsi manufaktur terhadap PDB sebesar 7 persen, yang mana negara sebaya (peers) di ASEAN (Thailand dan Malaysia) tidak lebih dari 4 persen. Deindustrialisasi diperparah melalui perubahan pola investasi asing (FDI) yang cenderung berada di sektor tersier dibandingkan sekunder.
Selain 5 masalah ekonomi diatas, masih ada beberapa masalah ekonomi lainnya yang penting utnuk dibahas menurut Indef. Masalah ekonomi lainnya tersebut diantaranya frekuensi perdagangan di Indonesia masih rendah dibandingkan negara di ASEAN. revolusi industri 4.0 yang hanya menjadi euforia dan gimmick politik, rendahnya kinerja perpajakan dan peningkatan risiko utang. problematika dana desa, serta inkonsistensi kebijakan subsidi energi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News