
GenPI.co - Sayang, program pergantian elpiji ke kompor listrik dimulai dari isu yang kurang simpatik: untuk mengatasi kelebihan listrik di Jawa.
Dengan isu itu seolah pergantian ini hanya untuk kepentingan PLN. Agar PLN tidak rugi. Agar PLN tidak dituduh salah dalam membuat perencanaan, sampai terjadi kelebihan.
Atau, jangan-jangan motif utamanya memang itu. Memang terjadi kelebihan pasok listrik yang sangat besar di Jawa. Pembangkit-pembangkit raksasa, milik swasta, selesai dibangun.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan dan Hasan Aspahani: Teror di Radio, Siapa Membunuh Putri (16)
Unit yang kapasitasnya 1.000 MW/unit saja ada 4 buah. Di Banten. Di Cilacap. Di Batang ada dua, milik Adaro. Di utara jalan tol Jakarta-Semarang itu.
Empat raksasa itu sekaligus lambang kehebatan Indonesia: mampu memiliki pembangkit raksasa seperti di negara maju.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Listrik: Kompor 450
Itulah unit terbesar PLTU yang mampu dibangun manusia. Tidak ada yang lebih nesar dari itu. Harus dengan sistem super-super kritikal.
PLN harus membeli semua listrik itu. Tapi PLN kesulitan menjual sampai habis. Permintaan listrik di Jawa turun. Sejak jauh sebelum Covid –diperparah oleh pandemi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Situasi Amerika Serikat: Rasialis Fanatis
Kenapa permintaan listrik turun? Sebenarnya tidak turun. Tapi tidak naik. Sebenarnya naik tapi tidak sebanyak yang diperkirakan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News