
Aroma harum kopi susu itu menari-nari di depan hidungku. Namun, aku masih terdiam. Tak menyentuh kopi, tidak pula pada jaket.
Aku juga tak menaruh harapan pada semangkuk mi rebus yang dijanjikannya. Perlahan kuangkat wajah muramku dan kusunggingkan senyum kecilku.
“Dingin, ya?” tanya Rian.
“Hmm... Masih panas kopinya,” aku masih menggenggamnya, kuletakkan di pangkuanku.
Baru saja ingin kuangkat cangkir itu, tiba tiba tarikan lembut terasa di tangan kananku. Pandangan mataku pun bergeser ke arahnya
“Ke meja makan aja, yuk. Minya udah matang,” Rian menarik tanganku dengan lembut.
Gila. Aku bisa gila dengan semua perlakuannya. Dia bisa menyirami hatiku yang kering. Rian mampu menyambung kembali harapan-harapanku yang sempat terkoyak-koyak.
“Silakan dinikmati, Tuan Putri. Ini spesial buatanku,” suara hangatnya terasa sekali di telingaku.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News