Aturan Plastik Berbayar Dinilai YLKI Menyesatkan

Aturan Plastik Berbayar Dinilai YLKI Menyesatkan - GenPI.co
Kantong plastik di mini market sebenarnya tidak gratis sejak dulu.

GenPI.co - Aturan soal kantong plastik berbayar atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) menuai sorotan dari beberapa pihak. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah salah satunya. Aturan KPTG dengan tarif Rp200 per kantong plastik tersebut diinisiasi oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Penerapannya sejak 1 Maret 2019 lalu

Menyoroti aturan tersebut, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyatakan bahwa langkah Aprindo menerapkan plastik berbayar cenderung menyesatkan. Menurut Tulus, sebenarnya memang tidak ada kata gratis untuk kantong plastik, karena seluruh biaya operasional pelaku usaha sudah dimasukkan dalam biaya yang dibebankan pada konsumen lewat harga yang harus dibayar. 

Baca juga: Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Diterapkan Kembali, Ini Komentar Masyarakat 

“Ya memang nggak ada itu sebenernya kata gratis, harga yang dibayarkan konsumen itu kan sudah termasuk cost untuk kantong plastiknya juga. Jadi ketika ada aturan plastik berbayar, perlu ditanyakan lagi bagaimana cost tambahan yang dibayarkan konsumen,” kata Tulus kepada GenPI.co di Jakarta Jumat, (8/3).

Aturan Plastik Berbayar Dinilai YLKI MenyesatkanKetua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi

Selain dianggap menyesatkan, YLKI juga mengkritisi aturan plastik berbayar yang diusulkan Aprindo. Manurut Tulus, aturan KPTG tidak akan efektif untuk mengurangi penggunaan kantong plastik oleh konsumen. Pasalnya nominal Rp 200 per kantong tidak akan mengganggu daya beli konsumen.

“Ketika diterapkan aturan boleh pakai kantong plastik asal bayar, kami ragu, apalagi nominalnya Rp 200 itu tidak signifikan. Sekalipun konsumen dengan 5-10 kantong plastik saat belanja, konsumen hanya akan mengeluarkan Rp 1.000-Rp 2.000. Menurut kami itu tidak signifikan,” ucap Tulus.

“Harus ada surveynya, jangan sampai harganya terlalu tinggi dan terlalu rendah. Dan harus disesuaikan antara harga di usaha ritel dan harga untuk di pasar tradisional,” tambah Tulus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya