Sekelumit Kisah Piringan Hitam di Tengah Badai Digital

Sekelumit Kisah Piringan Hitam di Tengah Badai Digital - GenPI.co
Koleksi piringan hitam di toko Laid Black Blues, Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Mia Kamila)

GenPI.co - Piringan hitam. Jika generasi millennial melihat barang satu ini, beberapa mungkin yang tak menyangka  jika ada lagu yang terekam di dalamnya. Wajar saja. Saat ini lagu-lagu sudah menjelma dalam format digital. Bisa diunduh dari banyak sumber, gratis atau berbayar, legal maupun ilegal. Beberapa bahkan menyediakan layanan mendengar lagu secara streaming.

Era digital boleh saja menulari setiap sisi kehidupan. Namun tak lantas membuat piringan hitam tersapu arus. Benda lawas ini memiliki penggemarnya sendiri. Mereka yang kadung jatuh cinta dengan romantisme masa lalu.

Jika tidak, mana mungkin ada tempat yang masih menjual piringan hitam. Salah satunya di  lantai 2 Pasar Santa di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dirundung penasaran, GenPI.co mendatangi kawasan tersebut, dan menemukan sebuah lapak sempit yang menyediakan piringan hitam dari beragam genre lagu.Toko piringan hitam itu bernama Laid Black Blues.

Sekelumit Kisah Piringan Hitam di Tengah Badai DigitalToko piringan hitam Laid Black Blues di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta.

Laid Black Blues adalah satu dari lima toko yang bertahan menjual piringan hitam di pasar itu. Sebelumnya ada 15 toko. Sepuluh lainnya kemudian memilih tutup.

Karena menjual barang antik, jangan lantas membayangkan pemiliknya adalah seorang yang sudah dimakan usia. Namanya Samson PHO. Masuk kategori generasi millennial juga, namun gemar dengan musik-musik jadul.

Samson bercerita, para musisi zaman dulu mengeluarkan piringan hitam dengan  jumlah yang beragam. “Misalkan ada yang mengeluarkan album dan mencetak piringan hitam hanya 100 keping atau edisi spesial misalnya, ya tentu harganya pasti mahal karena sulit untuk dicari,” ungkap Samson yang juga seorang kolektor dan seniman itu.

Sedikit sejarah, piringan hitam ditemukan oleh Emilie Berliner pada tahun 1888. Temuannya itu kemudian dipatenkan di bawah label Berliner Gramaphone. Pada tahun 1918, masa pematenan berakhir, akibatnya semua label berlomba-lomba memproduksi piringan hitam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya