Film Hotel Mumbai Ajarkan Tentang Keramahan dan 'Respect'

Film Hotel Mumbai Ajarkan Tentang Keramahan dan 'Respect' - GenPI.co
Taj Mahal Palace Hotel (Sumber: laman taj.tajhotels.com)

Seluruh tamu dam pegawai selamat berkat ketenangan Mallika dan krunya. Thomas Varghese adalah kepala pelayan yang sedang melayani di restoran lain di Taj Mumbai. Saat operator telpon Taj mengabarkan soal serangan Thomas segera meminta para tamu untuk berlindung di bawah meja dan memerintahkan para krunya untuk membentuk perisai manusia di sekitar tamu. 

Empat jam kemudian pihak keamanan meminta Thomas untuk mencoba membawa keluar para tamu yang terjebak. Thomas berhasil melakukannya, dia mengarahkan tamu-tamu dan krunya untuk menggunakan tangga spiral di dekat restoran untuk melarikan diri, Thomas menjadi orang terakhir dalam barisan dan tertembak di kaki dan perut. 

Semua tamu selamat namun Thomas tewas. Hemant Oberoi sedang berada di dapur Taj Mumbai saat serangan terjadi. Dia lalu memutuskan untuk menyelamatkan para tamu melalui tangga darurat menuju ke ruang klub eksklusif. Disana Hemant dan krunya melayani para tamu, menawarkan minuman dan makanan. 

Saat api membakar Taj Mumbai, Hemant mengarahkan para tamu untuk keluar melalui tangga darurat dan ruang dapur hotel. Mayoritas tamu selamat namun dalam usaha melindungi mereka Hemant kehilangan krunya sendiri, termasuk pelayan seniornya. 

Secara keseluruhan, tidak ada karyawan Taj Mumbai yang melarikan diri, bahkan beberapa karyawan yang selamat dan meninggalkan hotel dalam waktu-waktu awal serangan memutuskan untuk kembali ke dalam hotel dan menyelamatkan para tamu. 

Tindakan luarbiasa ini melampaui apa yang dapat orang bayangkan mengenai pelayanan sebuah hotel. Hotel dimana para pegawainya bukan hanya memberi pelayanan nomor satu tapi juga nyawa mereka sendiri untuk keamanan para tamu. 

Harvard Business Review menyebut ini sebagai ‘extreme customer-centric culture’ yang kurang lebih berarti ‘budaya berorientasi pelanggan secara ekstrem’. Kebanyakan hotel papan atas telah membekali pegawainya dengan budaya untuk mendahulukan kepuasan pelanggan, namun Taj Mumbai telah membawa budaya itu ke level yang berbeda, mendahulukan kepuasan pelanggan melampaui kepentingan hotel dan diri sendiri. 

Begitu mengagumkannya sikap para staf Taj Mumbai sehingga sekolah bisnis terkemuka seperti Harvard pun merasa perlu mengkajinya sendiri. Menariknya, Harvard Business Review tidak menemukan ini dalam buku petunjuk perusahaan. Artinya, budaya ekstrem mendahulukan pelanggan itu bukan sesuatu yang dipaksakan, melainkan sesuatu yang timbul sebagai hasil pelatihan dan pengalaman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya