
"Setiap warga Afghanistan, anak-anak, mereka semua lapar, mereka tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng," kata seorang penduduk Kabul bernama Abdullah.
Antrean panjang masih terbentuk di luar bank-bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar 200 dolar AS (sekitar Rp2,85 juta).
Pembatasan itu diberlakukan untuk melindungi cadangan uang negara yang semakin menipis.
BACA JUGA: Jenderal Top Bergerak Cepat, AS dan China Batal Perang Besar
Pasar-pasar dadakan di mana para warga menjual barang-barang rumah tangga untuk mendapatkan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.
Lapangan pekerjaan langka dan banyak pekerja pemerintah tidak lagi mendapatkan gaji sejak Bulan Juli.
BACA JUGA: Sadis, Keamanan Fasilitas Nuklir Iran Sentuh Anu Pengawas IAEA
Pertempuran memang telah berakhir, namun kondisi tidak bertambah baik lantaran tergantikan oleh keadaan ekonomi yang berada di titik nadir.
"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya.
BACA JUGA: Rumor Konflik Maut di Tubuh Taliban, Mullah Baradar Ditembak Mati
"Setiap hari, keadaan menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini adalah situasi yang sangat buruk," ujarnya.(ANT)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News