BACA JUGA: Manuver NasDem dan PKS, PDIP: Bagai Duri Dalam Daging?
Trump menggunakan Twitter untuk menyerang lawan politik atau isu tertentu. Lebih dari separuh Tweet-nya bernada menyerang. Mayoritas Tweet ini di-posting dini hari atau larut malam, di saat para penasihat Trump tidak berada di dekatnya.
Lewat analisa dan wawancara dengan sekitar 50 orang pejabat dan mantan pejabat Pemerintahan Trump, NY Times menyimpulkan bagaimana Trump menggunakan Twitter untuk menegaskan kekuasaannya.
Twitter baginya adalah instrumen politik luar negeri: Lebih dari 100 kali dia memuji diktator-diktator, dan lebih sering lagi mengeluh soal sekutu-sekutu tradisional AS.
BACA JUGA: Nasib Guru Honorer K2: Tolong Pak Presiden, Beri Saya Kambing
Twitter adalah personel de facto pemerintahan Trump, dan Trump mengumumkan pengunduran diri puluhan pejabat terasnya, sebagian bahkan dipecat lewat Twitter.
Twitter adalah jagat maya di mana Trump menyajikan realita politik yang pararel. Menggunakan fakta alternatif, Trump menyebarkan teori konspirasi, informasi palsu, dan konten ekstremis, termasuk materi yang memprovokasi basis massa pendukungnya.
Dengan 66 juta follower, Twitter menjadi sarana polling pribadi, tempat dia mencari validasi atas aksi-aksinya. Namun ternyata, hanya 20 persen followernya adalah warga AS yang memiliki hak pilih.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News