GenPI.co 
Seperti diketahui, AS telah lama dikritik karena intervensi militer di beberapa negara mayoritas Muslim seperti Irak dan Libya dan memaksakan perubahan rezim yang menyebabkan kekacauan politik dan ketidakstabilan.
Hillary Mann Leverett selaku CEO dari konsultan risiko politik Stratega, mengatakan meski serangan udara mengirimkan pesan tentang kesetiaan pemerintahan Biden di kawasan itu, mereka tidak akan meredakan situasi di Timur Tengah.
“Pemerintahan Biden mencoba menggambarkan serangan militer pertama ini sebagaimana diukur dengan berkonsultasi dengan sekutu. Tapi ini tidak akan mengurangi apapun," jelasnya.
Mary Ellen O’Connell, seorang profesor di Sekolah Hukum Notre Dame, juga mengkritik serangan AS sebagai pelanggaran hukum internasional.
"Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa memperjelas bahwa penggunaan kekuatan militer di wilayah negara berdaulat asing adalah sah hanya sebagai tanggapan atas serangan bersenjata di negara pertahanan yang menjadi tanggung jawab negara sasaran," tuturnya.
Sebagai informasi, dalam serangan 15 Februari lalu, roket menghantam pangkalan militer AS yang bertempat di Bandara Internasional Erbil di wilayah yang dikelola Kurdi, menewaskan seorang kontraktor non-Amerika dan melukai sejumlah kontraktor Amerika dan seorang anggota layanan AS.
BACA JUGA: AS Serang Iran, OMG Kiamat Makin Dekat, Manusia Bisa Mati Berdiri
Serangan lain menghantam pangkalan yang menampung pasukan AS di utara Baghdad beberapa hari kemudian, melukai setidaknya satu kontraktor.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
