"Dalam sejarahnya di Indonesia, kebanyakan partai membuat koalisi pragmatis yang berbasis pada bagi-bagi kekuasaan. Kenyataannya memang begitu," tuturnya.
Tidak hanya itu, Kunto juga menilai bahwa semakin banyak partai, maka akan semakin membingungkan para pemilih.
"Karena pemilih itu harus mencari informasi yang banyak terkait platform partai-partai ini," katanya.
BACA JUGA: Bingung Memilih Parpol, Ridwan Kamil: Saya Istikharah Dulu
Menurutnya, hal tersebut akan membuat masyarakat kebingungan, sehingga publik akan memilih dengan asal atau berdasarkan pengetahuan yang minim saja.
"Pada akhirnya, pemilih bisa jadi akan menggunakan pertanda yang mudah atau nyaman dikenali saja untuk memilih, contohnya seperti tokoh atau figur bahkan sekadar gambar partai," tutur Kunto.
BACA JUGA: Pengamat: Mensos Risma Ikuti Jejak Jokowi Agar Dilirik Parpol
Menurut Kunto, cara publik dalam memberikan suaranya tersebut akan memberikan kerugian yang berdampak panjang.
Salah satunya adalah membuat masyarakat memilih berdasarkan intuisi, bukan visi misi partai.
BACA JUGA: DPD Harus Menjadi Representasi Daerah Tanpa Terikat Parpol
"Jadi, para pemilih cenderung melihat tanda dan asal. Tidak mengkaji program dan visi misinya," tandas Kunto. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News