RUU Kekerasan Seksual Alot Karena Tak Ada Keterwakilan Perempuan

RUU Kekerasan Seksual Alot Karena Tak Ada Keterwakilan Perempuan - GenPI.co
Pakar hukum tata negara STHI Jentera Bivitri Susanti (Tangkapan layar “Memastikan Keterwakilan Perempuan di Penyelenggara Pemilu 2024”, Selasa (4/1)).

GenPI.co - Pakar hukum tata negara STHI Jentera Bivitri Susanti menilai pembahasan RUU Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga alot karena tak berjalannya keterwakilan perempuan di parlemen.

Bivitri pun menilai sudah seharusnya Indonesia bisa memastikan keterwakilan perempuan lebih dari 30 persen di lembaga-lembaga tinggi negara.

Pasalnya, angka 30 persen hanya jumlah minimal agar perempuan bisa memiliki suara dalam pembuatan keputusan.

BACA JUGA:  Curhat DJ Seksi Siva Aprilia, Pertama Kali Umur 19 Tahun

“Ambang batas bukan berarti hanya diisi 30 persen saja, sebaiknya bisa lebih dari itu,” ujarnya dalam webinar “Memastikan Keterwakilan Perempuan di Penyelenggara Pemilu 2024”, Selasa (4/1).

Pembahasan RUU Kekerasan Seksual sudah berjalan enam tahun dan hanya “tersangkut” di DPR.

BACA JUGA:  PKB: Perlu UU Untuk Lindungi Pelapor Kasus Kekerasan Seksual

“Tersangkutnya ini bukan karena belum dibahas dan katanya pada 13 Januari akan menjadi RUU usul inisiatif. Setelah itu, baru dibahas dengan pemerintah,” ungkapnya.

Sementara itu, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sudah lama selesai dibahas oleh DPR. Namun, DPR menahannya di Badan Musyawarah (Bamus).

BACA JUGA:  Polres Tanjung Pinang Tangkap Predaror Seks Anak, Ada 10 Korban

“Walaupun sudah selesai dibahas, tapi RUU PPRT itu tak kunjung diketok sebagai RUU usul inisiatif,” tuturnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya