Ambang Batas Capres Nol Persen Picu Keributan, Kata Pakar UGM

Ambang Batas Capres Nol Persen Picu Keributan, Kata Pakar UGM - GenPI.co
Sejumlah aktifis pro demokrasi meminta MK untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. (ANTARA / Reno Esnir)

GenPI.co - Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menyatakan jika ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diturunkan menjadi nol persen bakal memicu keributan lebih besar.

"Saya kira secara teknis itu akan menimbulkan problem yang sangat kompleks atau rumit sekali meski argumentasinya adalah partisipasi masyarakat dan seterusnya," ujar Mada melalui keterangan tertulis dikutip ANTARA Yogyakarta, Minggu (26/6).

Menurutnya, jika beberapa pihak mendorong ambang batas pencalonan presiden hingga nol persen, salah satu konsekuensi adalah semua orang akhirnya bisa mencalonkan diri menjadi presiden.

BACA JUGA:  Kejar Ambang Batas, PKS Gencar Pepet Koalisi Demokrat dan NasDem

Ia menjelaskan, partisipasi memang menjadi salah satu pilar demokrasi. Meski begitu, harus dikelola sehingga tidak menyulitkan proses demokratisasi.

Mada menuturkan bukan berarti dengan demokrasi kemudian semua orang boleh berpartisipasi mencalonkan diri sebagai presiden, semua orang boleh ngomong apa saja sebab tentunya akan menjadikan proses demokratisasi terganggu.

BACA JUGA:  Zulhas Minta KPK Hapus Ambang Batas Presidential Threshold

Dalam demokrasi, menurut dia, tetap harus ada aturannya. Berbicara demokrasi tentu bukan hanya pada level wacana atau level narasi, tetapi harus bergerak sampai pada level praksis atau praktik.

"Kalau soal poin-poin besar demokrasi pasti semua setuju, partisipasi semua orang setuju, kontestasi sebagai pilar demokrasi yang equal, adil pasti semua orang setuju, tetapi bagaimana untuk menerjemahkannya dalam praktik bertata negara,” ujar dia.

BACA JUGA:  Ambang Batas Presiden adalah Kotak Pandora Politik Indonesia

Mada mengatakan wacana soal ambang batas atau presidential treshold sudah lama berkembang, bahkan banyak pihak beberapa kali melalui Mahkamah Konstitusi melakukan judicial review terkait UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya