
Apalagi menurut Gubernur Jambi Fachrori Umar Kerinci dan Sungai Penuh juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai potensi pengembangan ekonomi daerah, sehingga memiliki kesamaan dengan sebagian besar wilayah Sumbar yang dilalui pebalap TdS.
Ia berharap keikutsertaan dua daerah itu berdampak positif terhadap pengembangan pariwisata dan perekonomian masyarakat setempat. Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Oni Yulfian menilai masuknya dua daerah dari Jambi dalam TdS 2019 harus dijadikan sebuah momentum untuk menyegarkan pelaksanaan TdS.
Selain rute itu nanti juga diharapkan ada konsep-konsep baru yang muncul terkait kegiatan pendukung TdS di masing-masing daerah. Bahkan mungkin dalam perjalanannya akan ada solusi terhadap mekanisme buka tutup jalan untuk pebalap sehingga tidak mengganggu aktivitas masyarakat.
Ia mengakui sejak gelaran itu diserahkan sepenuhnya kepada daerah, cukup banyak tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah promosi pada media internasional.
Pada 2015, Kementerian Pariwisata menyebut menggelontorkan hingga Rp 10 miliar untuk promosi TdS pada saluran televisi di berbagai negara di dunia. Hasilnya segera terlihat dengan jumlah penonton yang menduduki peringkat lima terbanyak di dunia untuk balap sepeda.
Pada TdS 2018, anggaran hampir seluruhnya dibebankan pada APBD provinsi dan kabupaten/kota. Sehingga promosi yang jor-joran itu sulit dilaksanakan.
Sebagai perbandingan anggaran yang disediakan dalam APBD Sumbar 2018 mencapai Rp8 miliar. Jumlah itu masih lebih sedikit dari anggaran promosi TdS saat masih dikelola pusat.
Meski demikian, pelaksanaannya pada 2018 tergolong sukses sehingga UCI memberikan penilaian positif. Bahkan organisasi itu mendorong agar kelas TdS bisa dinaikkan dari 2.2 menjadi 2.1 karena dinilai sudah layak.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News