Ngopi Sepuluh Ewuan Banyuwangi, Lebarannya Para Pencandu Kopi

Ngopi Sepuluh Ewuan Banyuwangi, Lebarannya Para Pencandu Kopi - GenPI.co
Ajang Ngopi Sepuluh Ewuan di Banyuwangi pasti amat dinantikan oleh penggemar kopi. Di sini mereka bisa saling silaturahmi (Foto : Humas Pemkab Banyuwangi)

GenPI.co - Upaya Pemkab Banyuwangi dalam pelestarian dan pengenalan potensi Kopi Banyuwangi yang terkenal tersebut cukup cerdik. Mereka sejak tujuh tahun terakhir ini rutin menggelar festival ini sebagai ajang mengumpulkan para pecinta kopi dari seluruh Banyuwangi serta berbagai daerah dalam Festival Ngopi Sepuluh Ewuan (kopi sepuluh ribuan) pada sabtu (12/10/2019). Ajang Ngopi bareng masyarakat setempat ini seakan menjadi ajang 'Lebaran' para penikmat kopi. Mereka bisa bersilaturahmi, bercengkrama serta menyeruput minuman favorit dan jajanan tradisional yang disediakan. 

Tak hanya ngopi, suasana yang ditawarkan di Desa Wisata Osing Kemiren Banyuwangi, lokasi diselenggarakan kegiatan ini juga berbeda. Banyaknya jumlah cangkir kopi yang dimiliki masyarakat Kemiren yang menjadi inspirasi nama dari Festival Ngopi Sepuluh Ewu atau sepuluh ribu.

Mereka seakan lepas dari kesibukan pekerjaan dan melebur menjadi satu saling bercengkrama bersilaturahmi kepada seluruh masyarakat yang ikut serta. Tambahan musik khas suku Osing Banyuwangi juga menambah syahdu suasana acara yang dimulai pada sabtu malam tersebut. Apalagi seluruh hidangan dan kopi di sini disediakan dengan gratis.

Namun para pengunjung yang ingin merasakan kehangatan Ngopi bersama masyarakat Osing ini harus memenuhi satu syarat khusus, yaitu dalam kegiatan yang digelar selepas Festival Gandrung Sewu ini mengharuskan pengunjung berpakaian ala masyarakat Suku Osing dengan baju bernuansa hitam serta memakai udeng ataupun Syal.

“Acara ini menjadi cara untuk mengundang orang datang ke Kemiren. Sebagai desa wisata, kedatangan orang kesini tentu menjadi sesuatu yang penting untuk menggerakkan sektor ekonomi kreatif yang sedang tumbuh di sini. Seperti kuliner, batik, seni pertunjukan hingga penginapan," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Menurut kepercayaan setempat, Tradisi ngopi di Desa Kemiren tersebut memang tak sebatas menikmati seduhan biji kopi. Namun, terdapat sebuah pesan filosofis yang terkandung dalam tiap cangkirnya. Dengan secangkir kopi, bisa menyatukan beragam perbedaan. Serta merekatkan tali persaudaraan layaknya tujuan acara ini.

Dalam tradisi menghormati sebuah tamu, suku Osing yang mendiami desa adat Kemiren ini memegang teguh falsafah lungguh, suguh dan gupuh. Sesepuh adat Desa Kemiren, Suhailik menjelaskan warga Kemiren memiliki falsafah lungguh, suguh dan gupuh dalam menghormati. Ngopi Sepuluh Ewu sangat menggambarkan falsafah yang dipegang warga.

Sesepuh adat Desa Kemiren, Suhailik menjelaskan makna dari filsafah tersebut. Lungguh adalah menyiapkan tempat, suguh adalah menyajikan hidangan, serta gupuh berarti kesiapan tuan rumah dalam menyambut tamu. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya