GenPI.co - Terlepas dari ledakan adopsi teknologi di dalam negeri, Indonesia saat ini masih mengalami krisis tenaga digital.
Kondisi tersebut dapat dilihat berdasarkan berbagai survei yang dilakukan oleh berbagai badan dari dalam maupun luar negeri, seperti Kementerian Perekonomian, The World Bank, McKinsey, hingga World Economic Forum.
BACA JUGA: Jejak Digital Munarman Dibongkar Fadli Zon, Ternyata…
Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate pernah mengatakan, pada 2030 Indonesia membutuhkan digital talent 113 juta orang. Namun, yang tersedia sampai 2030 diproyeksikan hanya sekitar 104 juta orang.
Kurangnya tenaga digital di Indonesia ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Perekonomian yang bekerja sama dengan The World Bank.
Penelitian yang dirilis pada November 2019 itu menunjukkan bahwa di Indonesia, terdapat 51 Daftar Pekerjaan Kritis atau Critical Occupation List, yakni daftar pekerjaan yang banyak tersedia, tapi sulit terisi karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi kompetensi profesi tersebut.
Banyak profesi yang masuk dalam daftar pekerjaan kritis, mulai dari teknisi perkapalan, data scientist, big data engineer hingga digital marketing specialist.
Salah satu penyebab pekerjaan tersebut susah terisi karena kurangnya tenaga digital yang memiliki kompetensi yang diinginkan perusahaan.
Keadaan tersebutlah yang membuat Aditya Soleh (35) membulatkan tekad membangun sebuah startup edukasi nonformal untuk menjawab permasalahan tersebut.
Adit bersama dua rekannya, Stephanie Octavia (32) dan Zico Alaia (35), menggodok konsep startup edukasi nonformal yang sesuai dengan visi mereka pada pertengahan 2020 lalu.
BACA JUGA: Telkomsel-Kemenkop UKM Dorong Pemulihan Ekonomi dengan Go Digital
Meskipun berada di negara berbeda, ketiganya mampu merampungkan persiapan dan melenggang sebagai startup edukasi nonformal dengan nama Digital Skola.
Dengan bekal lebih dari 10 tahun bekerja di bidang konsultan dan Pendidikan nonformal, Adit dan tim mantap terjun ke bisnis edukasi nonformal dengan tiga produk pelatihan utama, yakni digital marketing, data science, dan data engineer.
Adit mengatakan, pemilihan tiga bidang ini didasari oleh pertimbangan matang sesuai pengamatannya terhadap kebutuhan tenaga kerja di Indonesia.
“Berdasarkan pengamatan saya, topik Data Science, Digital Marketing dan Data Engineer merupakan topik yang paling banyak dicari oleh industri saat ini," ujar Adit kepada GenPI.co, Senin (17/5).
Uniknya, kata Adit, ketiga topik tersebut juga merupakan topik yang masuk daftar COL (Critical Occupation List) Indonesia.
Adit bersama rekan setimnya mulai mengumpulkan rekan lain yang memiliki visi sama untuk membantu Indonesia menjadi lebih “bertalenta digital”, sesuai dengan slogan mereka.
Sejak dibentuk pada September 2020, startup yang dibilang baru ini berhasil menjalankan bisnisnya dan telah mampu mempekerjakan kurang lebih lima belas karyawan tetap dan pegawai magang berbayar.
BACA JUGA: Nikmati Akses Hiburan Digital dengan Program THR by.U 2021
"Digital Skola berkomitmen mewujudkan pelatihan skill digital yang inklusif dengan biaya terjangkau, waktu fleksibel, pengajar kredibel, dan kurikulum sesuai kebutuhan industri," jelasnya.
Adit menjelaskan, dalam pelaksanaan pelatihan, Digital Skola bekerja sama dengan tutor-tutor yang merupakan praktisi di bidangnya masing-masing.
Tutor-tutor yang kredibel bukan menjadi senjata satu-satunya yang dimiliki Digital Skola.
Dari segi penyusunan kurikulum serta metode belajar, Digital Skola memberikan jaminan bahwa semua peserta dari latar belakang apapun akan mampu menguasai ilmu yang diajarkan.
"Kurikulum pun disusun dengan cermat sesuai kebutuhan industri agar lulusan pelatihan dari Digital Skola menguasai kemampuan untuk dapat bekerja di perusahaan mana saja," imbuhnya.
Tidak hanya itu, dalam mencapai visi dan misinya, Digital Skola berupaya bersetia pada empat nilai yang dianutnya yakni kontinuitas, efektif, dan efisien, serta keterbukaan.
“Kami ingin manfaat yang peserta dapatkan tidak hanya berupa penambahan pengetahuan teknis saja selama masa pembelajaran, tetapi dari aspek lain dalam kehidupan peserta juga, seperti softskill dan pembekalan terkait karier yang bisa dirasakan meskipun mereka telah lulus dan telah bekerja.” jelasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News