Aturan Baru Dana BOS, Buah Simalakama Kepala Sekolah...

13 Februari 2020 12:30

GenPI.co - Aturan baru dana BOS seperti yang tertuang dalam Permendikbud 8 Tahun 2020, akan menciptakan masalah baru.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim.

BACA JUGA: Virus Corona Makin Ganas, Ribuan Burung Gagak Serbu Kota Wuhan

Menurut Ramli, bahwa alokasi 50 persen BOS untuk gaji guru honorer ini, akan membuat pemerintah daerah menganggap urusan honorer sudah ditangani oleh pemerintah pusat lewat dana BOS. 

Maka menurut Ramli, dengan alasan itu mayoritas pemerintah daerah akan lepas tangan terhadap pendapatan guru honorer.

BACA JUGA: BKN Tolak Permintaan Honorer K2, Semua Sesuai Aturan...

Padahal, kata Ramli, Menteri Nadiem menyebut yang berhak mendapatkan dana BOS 50 persen hanyalah mereka yang memiliki NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan) dan terdaftar di Dapodik.

"Banyak sekolah, ketika guru honorer yang tidak memiliki NUPTK dan tidak terdaftar di Dapodik dikeluarkan, maka mereka akan mengalami kekurangan guru yang artinya kelas-kelas mereka akan mengalami kekosongan," beber Ramli dalam pesan elektroniknya, Kamis (13/2).

BACA JUGA: Dunia Bingung Tak Ada Virus Corona di Indonesia, Ini Sebabnya...

Menurut Ramli, akibat kekosongan itu, kepala sekolah dengan segala kreativitasnya akan tetap mempekerjakan mereka, dengan mengatasnamakan guru-guru yang ber-NUPTK.

"Masalahnya adalah pendidikan kita menjadi tidak mendidik, sekolah kita menjadi ladang kebohongan serta kepura-puraan dan kepala kepala sekolah kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak pantas dalam dunia pendidikan," ungkap Ramli.

BACA JUGA: Jangan Mengusiknya... 4 Zodiak Ini Emosinya Bisa Meledak

Tak hanya itu, menurut Ramli, selama ini 85 persen dari dana BOS digunakan untuk operasional sekolah, dan hanya 15 persen yang digunakan untuk membayar guru honorer. 

Ketika angka 15 persen tersebut digeser menjadi 50 persen, secara otomatis angka 85 persen pun akan bergeser ke 50 persen.

BACA JUGA: 51 Ribu Honorer K2 Lulus PPPK, Bulan Depan Rapelan Gaji...

Pertanyaannya, menurut Ramli, dari mana sekolah memperoleh angka 35 persen selisihnya, yang selama ini sudah digunakan oleh sekolah untuk membiayai operasional sekolah?

"Apakah kemudian listrik bisa dibayar setengahnya saja dulu, wi-fi dibayar setengahnya saja dulu, kemudian barang-barang lain dibayar setengahnya saja dulu?" bebernya.

Sementara itu, transfer dana yang dilakukan langsung dari pusat ke sekolah memang sangat positif. 

Sebab, selama ini beberapa daerah bermasalah dengan transfer dari dana kas daerah ke kas sekolah. 

Namun, di sisi lain kepala-kepala daerah akan lepas tangan, karena menganggap urusannya adalah urusan pusat dan sekolah.

Masalahnya kemudian menurut Ramli, kepala-kepala sekolah ini akan sangat kreatif melakukan manuver-manuver terhadap anggaran, dalam upaya mempertahankan jabatan mereka. 

Apalagi daerah-daerah sedang menghadapi Pilkada.

"Semua hal-hal tersebut sangat berpotensi menggiring kepala sekolah mengembara di ranah hukum," pungkasnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co