Hujan Terakhirku Bersama Rona…

05 Maret 2020 15:47

GenPI.co - Aku sedang mempersiapkan hadiah untuk Rona, karena hari ini adalah hari keberangkatannya ke luar kota. Ia lolos di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. 

Sedangkan aku, memilih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya, Jawa Timur. Ya, karena aku tak lolos di SNPTN dan SBMPTN. 

Kami sudah bersama selama 3 tahun ini. Walaupun kami tak satu sekolah, tapi Tuhan menyatukan hati kami. 

Rona sekolah di pusat kota, sekolah paling favorit di kota kami. Sedangkan sekolahku, berada di pinggir kota, kata orang sekolahku mewah alias "mepet sawah". 

Tiga tahun lalu, kami berpapasan di sebuah jalan yang menghubungkan 2 sekolah kami. Sekilas, matanya sangat tajam, mampu menghujam jantungku sangat dalam. 

"Ah…, padahal belum sepatah pun kisahmu ku dengar. Rindu padamu sudah sangat ingar," kataku dalam hati setelah melihat matanya.

Kegiatan di sekolah setelah pertama kali bertemu dengannya, berjalan seperti biasa, ditagih uang kas bendahara kelas, meminjam pulpen dan lupa mengembalikannya, pergi ke kantin. Namun ada yang beda hari ini, ada debar yang sangat hebat di dadaku. 

BACA JUGA: Susah Payah Ungkapkan Cinta, Sahabat Priaku Menjawab Tidak

Sehari setelahnya, aku memberanikan diri untuk meminta nomor HP-nya. Aku menunggu tepat di tempat kemarin kami bertemu. Dia datang…, perlahan.

Aku menyamai irama motorku dengan motornya. Perlahan, aku membuka obrolan. 

"Kak, boleh nanya jalan ke SMA 2?," tanyaku. 

"Masnya kan dari SMA 2," jawabnya dengan senyum kecil. 

"Oh iya lupa, hehe. Kalo nomor HP-nya kakak boleh tau?," tanyaku lagi.

"Coba tanya Rani saja," jawabnya lalu melaju. 

Aku berhenti sejenak, bingung dengan pernyataannya barusan. Aku memang punya teman waktu SMP dulu, dia juga melanjutkan di sekolah yang sama dengannya. 

Tapi, apakah nama yang ia sebut adalah Rani temanku dulu? 

BACA JUGA: Tak Akan Kulupakan Kecupan Pertama Rinjani di Pantai Indrayanti

Sepulang sekolah, aku menuju ke rumah Rani, kebetulan rumahnya tak jauh dari rumahku. 

Setibanya di rumah Rani, ternyata dia belum sampai di rumah. Tak lama, ia datang diantar pacarnya. 

"Eh, tumben ke sini?" Tanya Rani membuka obrolan. 

"Hehe, mau tanya Ra," jawabku. 

"Apa? Tanya nomor HP-nya Rona?," jawabnya dengan diiringi tawa.

"Eh, kok tau?" 

"Tau lah, kan dia satu kelas sama aku," jawabnya. 

"Oh pantesan,"

"Katanya, kalau mau minta nomor HP-nya Rona, kamu harus bawa bunga mawar empat tangkai besok pagi di tempat yang sama," jelas Rani. 

"Siap bos," jawabku dengan bahagia. 

Pagi harinya, sesuai arahan Rani, aku membawa empat tangkai bunga mawar. Dari jauh terlihat mata yang sudah lama aku nantikan. 

Dia tak bicara saat kami bertemu, lalu aku memberi empat bunga yang disyaratkannya. Dan ia menukarnya dengan secarik kertas kecil bertuliskan nomor HP-nya. 

Ia lantas pergi. Namun sebelum pergi, ia sempat menatapku. Ah…, kau menghancurkan pertahananku saat itu. 

Setelah kejadian itu, kami mulai saling bertukar kabar. Selama ini, kami tidak memutuskan untuk pacaran. Tapi kami saling menjaga hati dan perasaan. 

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku harus bergegas menjemput Rona di rumahnya. 

Hadiah untuknya juga sudah siap untuk menemaninya selama perjalanan. 

Setelah beberapa menit, aku sampai di rumahnya. Bapak dan Ibunya juga sudah menungguku. 

Aku langsung mengambil barang bawaannya, dan Rona berpamitan dengan kedua orang tuanya. Kali ini, aku melihat air mata yang mengalir di matanya, meskipun tak deras. 

Setelah berpamitan, kami pun langsung berangkat menuju stasiun. Karena kereta berangkat pukul lima. 

Saat di jalan, ia membuka obrolan yang cukup mengagetkanku. 

"Kita bagaimana?," tanyanya sendu.

"Kan kita sudah sepakat, hatimu untukku, hatiku untukmu," jawabku. 

"Tapi?"

"Pokoknya, kita harus tetap menjaga komunikasi, cerita ke aku kalau ada orang yang menyakitimu, percaya, hatiku sudah untukmu semua," jelasku.

"Semoga," jawabnya singkat. 

Hujan sedang mengiringi perjalanan kami menuju stasiun. Tapi Rona tak mau berteduh. 

"Nanti kamu sakit?" tanyaku

"Enggak, aku mau peluk kamu," jawabnya dengan terus memelukku. 

Aku mengiyakan permintaannya, karena dia memakai jaket parasut. Yang bisa melindunginya dari hujan sore ini. 

Kami sampai di stasiun jam 16.45. Artinya, aku punya 10 menit untuk bersamanya sebelum ia meninggalkanku dalam waktu yang cukup lama.  

Aku mengambil hadiah yang sudah aku persiapkan jauh-jauh hari di dalam tas. 4 Tangkai bunga mawar untuk mengingatkannya saat pertama kali kami bertemu. Dan satu buku berisi foto-foto kami selama 3 tahun ini. 

"Buatmu, biar jadi temen selama di Jakarta," kataku sembari menyerahkan hadiah. 

Rona hanya diam, matanya berlinang air mata lagi. Kali ini cukup deras. Ia menerima hadiahku dengan senyum dan tangisan. 

"Kenapa menangis?," tanyaku padanya.

"Terima kasih, terima kasih sudah mau menemaniku selama ini," jawabnya sesenggukan. 

"Aku melakukannya dengan senang hati," jawabku.

"Tapi, maafkan aku," jawabnya 

"Kenapa? Maaf untuk apa?,” jawabku. 

Tangisnya makin deras, lebih deras dari hujan di luar sana. Aku semakin bingung, kenapa ia menangis, seharusnya ini jadi momen bahagianya. Karena sebentar lagi, ia akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi idamannya. 

"Maaf, kita harus selesai sampai sini," katanya dengan terus memegangi tanganku. 

"Maksudnya gimana Na?," jawabku bingung. 

"Aku enggak bisa nerusin hubungan kita," jelasnya. 

"Kenapa?".

"Aku nggak mau nyusahin kamu, aku juga ingin fokus kuliah, kita sudahi saja," jelasnya

"Na, bukannya kamu yang bilang ingin terus bersamaku?" 

"Aku enggak bisa, kamu bisa mencari yang lebih baik dari aku. Kamu orang baik, sangat baik," jelasnya sembari menahan tangis. 

"Apa artinya perempuan yang baik, kalau bukan kamu," jawabku.

"Sudah lah, terima kasih untuk semua, aku sayang kamu," katanya diiringi langkah kakinya memasuki stasiun. 

Rona pergi tanpa penjelasan lagi. Kereta membawanya jauh dariku. 

Aku masih tak tahu, kenapa ia begitu tega. Kerajaan megah yang kubangun di dalam hati untuknya, dihancurkannya sendiri. 

Aku mencintaimu, Rona. (*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co