Kisah Mualaf: Hidayah Allah Datang Kepadaku Tanpa Aku Minta 

12 Mei 2021 20:50

GenPI.co - Namaku Dinda, usiaku sekarang 21 tahun. Aku mengucapkan dua kalimat syahadat sekitar 5-6 tahun yang lalu.

Sejak di bangku TK hingga SMK, aku bersekolah di sekolah umum, bukan sekolah Kristen. Oleh karena itu, sejak SD aku suka mengikuti pelajaran agama Islam.

Pasalnya, aku jarang untuk keluar kelas saat pelajaran agama Islam. Aku pun jadi suka memperhatikan dan menyimak materi yang diberikan selama pelajaran agama Islam. Namun, saat itu aku belum terpikirkan untuk masuk Islam.

BACA JUGAKisah Mualaf: Aku Masuk Islam Setelah Dapat Ayah Baru

Aku sendiri dua bersaudara dan salah salah satu yang rajin beribadah ke gereja. Aku juga sangat semangat untuk setoran hafalan Alkitab.

Aku masih ingat saat aku SD, entah kelas berapa, aku ditawari temanku untuk memakai jilbab. Hari itu hari Jumat, jadi semua murid Muslim memakai pakaian Muslim.

Namun, saat itu kutolak, karena takut. Akhirnya, aku pun menanyakan hal itu kepada Kakak mentor yang mengajar di gerejaku.

“Kak, boleh nggak sih kalau aku pakai kerudung? Soalnya, kemarin aku ditawari, tapi aku nggak mau,” tanyaku kepada Kakak mentor saat itu.

“Nggak apa-apa, itu hanya pakaian, kok. Lihat saja di TV, mereka berperan dan berpakaian yang bukan agamanya. Hal yang terpenting itu iman kita tetap sama,” jawabnya saat itu.

Saat aku masuk SMK, aku masih bersekolah di sekolah umum, tapi lingkungan sekolahnya sangat Islam. Awal masuk ke sekolah itu sebenarnya biasa saja, karena memang dasarnya belum ada niat untuk masuk Islam.

Suatu hari, aku pakai kerudung punya teman usai tampil paduan suara. Aku main di rumah teman sekelasku. Hari itu hari Rabu, karena aku ingat sekali kami memakai seragam pramuka.

Saat aku meminjam kerudungnya untuk kupakai, entah mengapa rasanya sangat sejuk. Kami bertiga pun berswafoto dan mengunggahnya di sosial media.

Saat itu, teman-teman seimanku langsung menghujatku karena unggahan tersebut. Namun, hujatan mereka tak aku gubris dan aku tetap mengikuti kebaktian untuk umat Kristen di sekolah sebelum KBM berlangsung.

Setelah kejadian itu, aku dapat panggilan untuk magang di salah satu tempat.

Tempat magangku kebetulan juga lingkungannya sangat Islami. Aku pun iseng-iseng bertanya pada salah satu karyawan di tempat magangku terkait pemakaian kerudung itu.

“Pak, salah nggak sih kalau aku yang Kristen ini pakai kerudung?” tanyaku.

“Nggak, Din. Itu nggak salah, karena kan kerudung itu hanya helai pakaian saja. Artis itu banyak yang Kristen, tapi harus berperan jadi Islam,” jawabnya.

“Terus, kenapa ya, Tuhanku dibilang manusia, Pak?” tanyaku pada dia saat itu.

“Tuhan itu tidak beranak dan diperanakkan. Tuhan juga tak berwujud, Din. Kamu coba tonton deh video-video ceramah di komputer saya itu,” jawabnya kala itu.

Dari percakapan itu mulai timbul beberapa pertanyaan dan yang pada akhirnya membuat aku memantapkan hati untuk masuk Islam dengan ikhlas menerima segala risiko.

Aku mengambil keputusan untuk mualaf di usia 16 tahun.

Respons orangtuaku saat itu sangat marah dan tidak terima dengan keputusanku, apalagi Bapakku. Aku masih dipaksa untuk pergi ke gereja, bahkan sampai diancam untuk tak dibiayai untuk mengikuti UN.

Namun, akhirnya aku pun pergi ke gereja bersama orangtuaku karena mengikuti saran orang-orang terdekatku. Mereka menyarankanku untuk mengikuti kemauan orangtuaku dulu untuk pergi ke gereja.

“Ikuti saja dulu mau orangtuamu, yang penting niatmu bukan untuk mengimani agama Kristen lagi. Ingat Allah terus saja di mana pun dan kapan pun,” saran salah satu orang terdekatku saat itu.

Proses belajar agama Islam bisa dibilang cukup sulit, mulai dari baca Iqro, tata cara salat, menghapal bacaan-bacaan salat, hingga niat-niat untuk salat.

Saat ini, aku masih merasa kesulitan untuk salat, karena masih susah untuk salat di rumah. Namun, keadaan ini tak sesulit dulu aku awal masuk Islam yang sampai harus numpang salat di rumah orang lain.

Dulu, aku sampai harus berangkat ke sekolah pagi-pagi untuk salat subuh di sekolah. Saat itu, aku beralasan ke orangtuaku bahwa ada jam pelajaran tambahan untuk kelas 3.

Sampai saat ini pun aku belum berani membawa kerudung, Al-Qur’an, dan perangkat ibadah Islam lainnya. Aku juga tahu di mana Al-Qur’an yang sempat disembunyikan oleh orangtuaku saat ini berada.

Aku sendiri belum khatam membaca Al-Qur’an, tapi untuk membacanya sudah bisa. Aku juga paham dasar-dasar tajwid.

Sebenarnya, aku sering mengulang membaca Iqro. Namun, dengan pengulangan yang aku lakukan itu, aku jadi lebih lancar dalam membaca Al-Qur’an.

Aku selama Idulfitri suka merasa sedih, karena merayakannya seorang diri. Aku terkadang iri dengan teman-temanku yang merayakan Idulfitri dengan keluarga mereka.

Meskipun begitu, aku sangat bangga menjadi seorang Muslim. Islam mengajarkanku banyak hal yang ternyata memiliki tujuan untuk melindungi masing-masing hamba Allah.

Dengan adanya hidayah yang Allah kasih ke aku, aku tahu bahwa ada yang harus aku perjuangkan dan pertahankan dari semua yang aku miliki, yaitu keimanan kepada Allah SWT.

BACA JUGAKisah Mualaf: Mimpi jadi Nyata, Aku Ucapkan 2 Kalimat Syahadat

Aku harap para mualaf lain yang masih dalam tahap pembelajaran tak pernah merasa ragu dan takut dengan apa yang diyakini dari agama Allah.

Jangan sia-siakan keimanan yang sudah dirasa yakin hanya karena rasa takut. Allah selalu ada besama hambaNya. Jadi, harus tetap semangat untuk menjalani pilihan yang diyakini serta jangan pernah menyerah untuk mempertahankan keimanan.

Apa pun yang akan terjadi, ikhlaskan semuanya kepada Allah SWT, sebab Dia sudah menjanjikan apa yang hambaNya inginkan.(*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co