GenPI.co - Namaku Dea. Aku adalah seorang wanita yang turut merasakan pedihnya mendapat undangan pernikahan mantan kekasihku, Geri.
Pasalnya, beberapa bulan lalu dia mencampakan aku begitu saja dan memutuskan untuk menikah dengan wanita lain. Alasannya, hal ia menerima perjodohan dari keluarganya.
Beberapa bulan tidak lagi berkomunikasi dengannya, aku kira bisa dengan mudah move on ke lain hati.
Namun, bisa -bisanya aku mendapatkan undangan pernikahan ini sampai ke rumah, tanpa mengetahui siapa pengirimnya.
Hari pernikahan Geri tiba. Aku memberanikan diri untuk melangkah masuk ke gedung resepsi pernikahan mereka. Masih di meja depan untuk mengisi buku tamu. Geri menyadari kehadiranku, matanya tertuju hanya untukku.
Dengan senyum tipis, aku membalas tatapannya sambil berjalan menuju pelaminan untuk memberikan salam secara langsung. Tidak pernah ku sangka, aku dan Geri benar-benar berdiri di pelaminan yang sama.Namun bukan aku pengantin wanitanya.
"Hai, Ger! selamat, ya" ucapku, sambil tersenyum sinis padanya.
"Kok kamu bisa dateng kesini?," tanya Geri, bingung.
"Aku yang kirim undangan, gimanapun kalian pernah punya cerita bersama," balas istri Geri, dengan tatapan tajam.
"Kasihan kamu, nggak sanggup cari jodoh sendiri sampai harus dijodohkan oleh orang tua," ucapku, sambil menatap mesra Geri dan mengelus perut besarku yang sedang mengandung anaknya.
Aku melihat jelas ekspresi Geri saat itu tegang dan keringat bercucuran di wajahnya, hingga basah seluruhnya.
Perang dingin antara aku dan istri barunya, membuat Geri merasa tidak tenang. Namun, tidak bisa juga bertindak kasar karena sedang menjadi pusat perhatian.
Karena kasihan, aku memutuskan untuk turun pelaminan.
"Siap-siap menjadi ayah untuk anak kita ya," ucapku sambil menepuk dada Geri dua kali dan tersenyum licik pada istrinya, (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News