GenPI.co - Fahry adalah pria yang aku kenal baik sejak masih duduk di bangku SMA. Dia memang tidak terlalu pintar dalam bidang akademik.
Namun, karena dirinya terkenal rajin mengerjakan tugas, tidak sedikit orang ingin berteman dengannya.
Pria bertubuh tinggi dengan kulit sawo matang ini memang kerap menjadi pusat perhatian, karena tingkahnya yang konyol dan jenaka.
Namun, tak pernah ku sangka, orang yang aku perhatikan selama ini tanpa memiliki hubungan apapun akhirnya duduk di pelaminan bersama denganku.
Hal ini terjadi bukan karena kami saling mencintai, tapi perjodohan keluarga.
"Aku terima nikahnya dan kawinnya Fanny bin Anthony dengan mahar yang telah disebutkan tunai,” ucap Fahry dengan tegas dan jelas.
Dengan ijab qabul tersebut dan diiringi kata 'sah' aku telah resmi menjadi istri dari seorang pria pilihan orang tuaku.
Sejujurnya, aku tidak merasakan perasaan senang sama sekali. Aku hanya bingung, apa yang harus ku lakukan selanjutnya.
Malam pertama pun tiba. Kami tidak lagi pulang ke rumah masing-masing, tapi kedua keluarga kami telah menyediakan sebuah kamar hotel bintang lima di daerah Jakarta Pusat, sebagai hadiah bulan madu kami.
"Aku pergi, ya, sebelum subuh mungkin udah pulang," ucap Fahry, sambil mengenakan jaketnya.
"Mau kemana?," tanyaku, bingung.
"Nggak perlu tahu, kita menikah karena tuntutan keluarga, nggak saling memiliki, jadi terserah kamu mau ngapain juga, aku membebaskan kamu pergi," balas ketus Fahry.
Di malam pertama, Fahry sama sekali tidak menyentuhku. Bahkan menatap wajahku pun tidak mau. Dia pergi meninggalkan aku dengan ucapannnya yang begitu menusuk.
Dia rupanya memilih melampiaskan hasratnya dengan Vivi, mantan kekasih terakhirnya sebelum akhirnya Fahri terpaksa menikahiku.
Aku tidak pernah menyangka, orang yang selama ini tampak terlihat menyenangkan, memiliki sifat asli yang begitu keji. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News