Aku Menantang Ombak di Lautan, Istri Digoyang Mantan Tanpa Ampun

08 Juli 2021 13:25

GenPI.co - Bekerja sebagai seorang kapten kapal merupakan impianku sejak kecil. Banyak hal menyenangkan sekaligus menyedihkan yang aku rasakan.

Senang karena bisa bekerja sesuai keinginan. Namun, sedih karena harus meninggalkan istri tercinta berbulan-bulan.

Ya, waktu sekali berlayar memang cukup lama. Bahkan, aku pernah meninggalkan istriku Mai selama tiga bulan.

BACA JUGA:  Pernyataan Luhut Pandjaitan Soal Covid-19, Ada Kabar Baik

Rasa rindu sering kali datang menghampiri. Namun, aku hanya bisa menghubungi Mai saat kapal sedang bersandar.

Sebab, sangat sulit mendapat sinyal saat kapal tengah berlayar. Tentu itu menjadi risiko dari pekerjaanku.

BACA JUGA:  Jiwa Amien Rais Bergetar Saat Mengumumkan Kasus Laskar FPI

Saat ini, aku sudah di kapal selama hampir dua bulan. Lautan biru yang tak berujung jadi pemandanganku setiap hari.

Untungnya, beberapa hari lagi, pekerjaanku akan selesai. Artinya, aku bisa pulang dan bertemu istri tercintaku.

BACA JUGA:  Pengamat Kuliti Sutiyoso Gabung ke Nasdem

Singkat cerita, tugasku di kapal sudah selesai. Aku pun langsung memutuskan untuk pulang ke rumah.

Aku sengaja tak memberi kabar kepada Mai. Biar jadi kejutan, biar dia jadi senang.

Aku membawa sebuket bunga matahari. Ya, Mai memang lebih suka bunga matahari daripada mawar.

Lebih cantik dan berwarna katanya. Aku pun setuju, bunga matahari memang terlihat lebih menawan.

Saat sampai di depan rumah, aku hanya mengetuk pintu. Sengaja tak salam biar Mai penasaran.

"Tok tok," suara pintu.

Suara langkah kaki terdengar pelan menuju pintu. Saat dibuka, terlihat sosok yang sangat aku cinta.

"Mas Rizky, kok nggak bilang kalau mau pulang?," tanya Mai.

"Kejutan, biar kamu senang," jawabku.

"Berarti berhasil, mas. Aku senang," jawabnya sambil tersenyum.

Aku langsung menggendong Mai masuk ke dalam kamar. Aku lepaskan semua rindu yang ada di atas ranjang.

Malam itu, aku merasa sebagai suami yang paling bahagia di dunia. Namun, perasaan itu tak berlangsung lama.

Tiba-tiba, Mai ingin bicara serius kepadaku. Namun, sebelum berbicara, dia memintaku untuk tidak marah.

"Janji, nggak bakal marah?," kata Mai.

"Ya, janji," jawabku.

"Jadi, beberapa hari yang lalu, Rizal berteduh di rumah," kata Mai.

"Rizal mantanmu itu?" tanyaku.

"Iya mas," jawabnya lagi.

Mendengar hal itu tentu aku sangat marah. Namun, aku masih bisa menjaga amarahku.

Mai mengatakan bahwa Rizal hanya berteduh. Tidak ada maksud lain. Namun, Mai mengaku saat itu dirinya menari bersama Rizal. Aku tak bisa menahan amarah saat mendengar hal itu.

"Maksudmu apa? Kamu asik menari bersama mantanmu, sedang aku sibuk mencari nafkah menantang ombak untukmu?" kataku dengan nada tinggi.

Air mata Mai mulai mengalir membasahi pipi. Dia bersumpah tak melakukan apa-apa.

"Hanya menari mas, tak lebih. Maafkan aku," jawabnya sesenggukan.

"Aku tahu, Rizal adalah mantan yang paling kamu cinta, tetapi kamu harus ingat, kamu sudah berkeluarga," kataku.

"Iya mas, aku tahu. Hanya karena keadaan, maaf. Aku tak akan mengulanginya lagi. Semua milikku, sudah jadi milikmu, seutuhnya," jawabnya.

Untungnya, aku percaya dengan perkataan Mai. Aku juga percaya bahwa dia tidak akan mengkhianatiku.

Aku menyadari, mungkin Mai juga merasa kesepian. Namun, hal yang dilakukannya bersama Rizal itu salah.

Kami berdua pun kembali dalam hangatnya pelukan. Menikmati malam dengan penuh kebahagiaan. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co