Ingin Kucabut Saja, Winda Melarang Sambil Mengerang! Oh...

01 Agustus 2021 14:25

GenPI.co - Wajah Winda sudah memerah. Dia juga menggigit bibirnya untuk menahan segala perasaan yang tengah berkecamuk dalam dirinya. 

"Udah nggak kuat? Aku cabut sekarang, ya," kata-kata itu meluncur dari mulutku lantaran melihat ekspresi Winda makin tak keruan. 

Dia menggeleng kuat, membuat beberapa helai rambutnya yang hitam lurus itu menutupi wajah. 

BACA JUGA:  Main Sampai Subuh di Atas Ranjang dengan Kekasihku! Rasanya, Ah..

Kuperhatikan wajahnya lekat-lekat. Bahkan di saat seperti itu kecantikan Winda tak luntur. Ini yang bikin aku makin cinta saja padanya. 

"Bentar, dikit lagi," suaranya seperti mendesah di antara erangan kecil. 

BACA JUGA:  Suami Menantang Ombak di Lautan, Aku Digoyang Mantan Tanpa Ampun

Aku dan Winda adalah sepasang kekasih. Kami berpacaran sejak SMP dan saat ini hubungan itu sudah jalan 5 tahun. 

Sementara teman-temanku sebaya sudah berkali-kali gonta-ganti pacar. Aku tetap saja setia dengan Winda.

BACA JUGA:  Sedih, Dagangan Bapak Laku 4 Gelas, Besok Mungkin Gulung Tikar

Apa  cinta monyet kami telah beralih rupa menjadi cinta sejati? Entahlah.

Ayah dan Ibu Winda mengenalku dengan baik. Sebab, aku sering menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di rumah mereka.

Aku yakin kedua ayah ibu Winda tahu jalinan kasih kami berdua. Tapi agaknya mereka tidak keberatan. Buktinya mereka selalu menyambutku dengan ramah. 

Ada saja yang kami berdua lakukan. Mulai dari belajar bersama, nonton bareng atau sekadar ngobrol di teras depan rumahnya. 

Wawan,  adik Winda yang masih yang kelas 6 SD itu juga suka bila aku main ke rumah mereka. 

Sebab, tak jarang pula aku menghabiskan waktu dengannya memelototi layar ponsel sembari menghabisi musuh-musuh di dunia Free Fire. 

Winda juga sering main ke rumah. Malah dia begitu akrab dengan ayah dan ibuku. 

Mungkin karena aku anak satu-satunya. Jadi, kehadiran Winda memberi warna dalam hidup mereka. 

Bahkan ibu sering blak-blakan bilang kalau beliau ingin Winda menjadi menantunya. Wajah kami berdua pasti memerah saban dengar celotehan ibu. 

"Arman.. " Winda memanggil dengan suara lemah. "Kok bengong? "

"Gimana, mau dicabut sekarang?," aku berseloroh setelah lamunanku buyar dan berupaya kembali fokus padanya. 

"Nggak ah! Biarin aja di dalam," jawabnya. 

Rona merah masih menghiasi wajahnya yang manis, membuatku makin gemas. 

"Loh, jangan. Kalau nggak dicabut bisa bahaya, Win. Kamu mau.. "

"Nggak Man. Biarin aja di situ."

"Ngaco kamu, aku cabut nih, cabut beneran loh! "

Wajah Winda makin memerah, kini bercampur rasa takut dan sakit. 

"Ya udah deh," katanya. "Tapi pelan-pelan.. "

"Iya, bawel. "

Aku segera meraih pinset yang sedari tadi tergelatak di atas meja. Sedetik kemudian, penjepit logam itu kuarahkan ke jari manis Winda. 

Kulirik kekasihku yang lucu itu lalu tersenyum kecil dengan tingkahnya. Pasalnya, dia menutup matanya karena ketakutan. 

Tanpa banyak waktu, potongan kayu kecil yang menancap di jarinya itu kucabut dengan cepat. 

"Nah udah keluar. Mudah kan. Kalau dari tadi kayak gini kan udah kelar," Uucapku. 

Winda membuka mata, lalu meringis dengan konyol. Tapi wajahnya tetap saja menggemaskan. 

Jarinya yang sempat tertusuk kayu itu kemudian diisap-isapnya sebentar untuk meredakan sakit. 

"Lanjut lagi, yuk," ucapnya dengan ceria yang dibalas dengan anggukanku. 

Kami pun melanjutkan membuat  tugas dari guru berupa seni kria dari bahan kayu. (*) 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co