Aku Sampai Keringatan, Bapak Kos Teriak Ampun

09 Agustus 2021 14:02

GenPI.co - Namaku Kayara. Aku mahasiswi semester akhir di salah satu kampus di Jakarta.

Selama hampir empat tahun aku tinggal di indekos milik Pak Sandy. Aku tidak pernah pindah selama kuliah.

Aku merasa sangat nyaman tinggal di sana. Selain itu, bapak kos juga sangat baik kepadaku.

BACA JUGA:  Selamat Jalan Ma, Sekarang Sudah Tak Sakit Lagi

Beliau tak pernah marah jika aku telat membayar uang bulanan. Wajar, orang tuaku memang sering telat mengirimkan uang.

"Kamu mau bayar dua bulan sekali juga boleh, Ra," kata Pak Sandy saat aku telat membayar uang indekos.

BACA JUGA:  Bapak Kos Masuk Kamarku, Pisangnya Besar Banget

Pak Sandy sudah beristri. Namun, beliau dan istrinya belum dikaruniai anak.

Mungkin itulah yang membuat Pak Sandy sangat baik kepadaku. Suatu ketika beliau bercerita ingin mempunyai seorang anak perempuan.

BACA JUGA:  Aku Telat Bayar, Bapak Kos Masuk Kamar, Akhirnya…

"Penginnya punya anak perempuan seperti kamu. Cantik, baik, dan manis," kata Pak Sandy.

"Kayara biasa saja, Pak. Nggak cantik," jawabku.

"Kamu ini di kampus pasti banyak yang deketin. Kok, nggak pernah bawa cowok ke sini?" tanya Pak Sandy.

"Kayara pengin fokus kuliah, Pak," jawabku.

Aku memang cukup dekat dengan Pak Sandy. Kami berdua juga sering terlibat dalam obrolan yang cukup serius.

Obrolan tentang kehidupan, masa depan, cinta, dan masih banyak lagi. Beliau sangat cocok menjadi teman bicara.

Pak Sandy juga sangat ringan tangan. Dia selalu bersedia membantu ketika aku meminta pertolongan.

Suatu hari, aku tiba-tiba berpikir mengecat kamar indekosku. Aku pun meminta izin terlebih dahulu kepada Pak Sandy.

"Pak, saya mau ganti warna dinding indekos, boleh?" ujarku.

"Boleh. Biar kamu nggak bosen pas lagi bikin skripsi," jawabnya.

Saat itu, aku pun langsung belanja beberapa bahan untuk mengecat dinding kamarku. Warna biru muda menjadi pilihanku.

Proses mengecat pun aku mulai sendiri. Semua barang-barangku sudah aku tutupi dengan koran.

Setelah beberapa saat, Pak Sandy masuk ke kamarku dengan membawa peralatan cat. Beliau terlihat seperti tukang cat profesional.

"Kayara, bapak bantuin, ya. Mumpung lagi libur," ujar Pak Sandy.

"Wah, terima kasih banyak, Pak," jawabku.

Kami akhirnya mulai mengecat berdua. Aku mengecat dinding kiri, sedangkan Pak Sandy dinding kanan.

Cuaca yang panas membuat wajah Pak Sandy dipenuhi keringat. Aku pun sama, tetapi tak separah Pak Sandy.

"Ampun, Ra. Ini ada kipas angin. Kenapa nggak dinyalain dari tadi?" kata Pak Sandy.

"Maaf. Saya lupa, Pak. He he he," jawabku.

"Pantas saja panas banget, Ra," jawabnya.

Setelah beberapa jam, pekerjaan mengecat pun akhirnya selesai. Kalau tak dibantu Pak Sandy, mungkin besok baru selesai.

"Pak, terima kasih bantuannya," kataku.

"Sama-sama, Ra. Ini kan juga rumah bapak. Santai saja," jawab Pak Sandy. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co