Punyaku Besar dan Sulit Masuk, Tapi Devi Telanjur Penasaran

21 Agustus 2021 16:25

GenPI.co - "Ting ting… " begitu bunyi ponselku disertai getaran kecil. Aku melirik sebentar benda komunikasi yang sedari tadi tergeletak di atas meja itu. 

Sebuah notifikasi  muncul di ujung atas  layarnya yang kembali meredup. Pesan dari Devi. 

Aku tengah sibuk memberi makan dua ekor ikan cupangku ketika Devi mengirim pesan.    

BACA JUGA:  Para Anjing ini Menjagaku dari Apa?

Tanpa kubaca, sebenarnya aku sudah tahu isi pesannya. Pasti gadis itu ingin aku dan dia kembali melakukan itu. Tampaknya dirinya masih penasaran.

Masalahnya aku dan Devi sudah beberapa kali mencoba melakukanya, tapi selalu gagal. 

BACA JUGA:  Kasihku pada Wendy Melampaui Waktu

Sebab, punyaku tak muat untuk masuk ke miliknya, sekuat apa pun kami mencoba.

Sebenarnya, rasa penasaranku juga sekuat dirinya. Bahkan ketika pesan Devi muncul tadi, aku sudah berikhtiar untuk menuntaskan rasa penasaranku yang telah memenuhi dada. 

BACA JUGA:  Ingin Kucabut Saja, Winda Melarang Sambil Mengerang! Oh...

Dengan sigap kuambil ponsel itu, menggariskan pola sandi sehingga pengunciannya terbuka. 

Aku langsung mengetuk ikon pesan pendek berwarna hijau muda itu dan langsung membuka pesan dari Devi yang berada pada daftar teratas. 

"Andi, kalau nggak sibuk, ketemuan lagi yuk! Mumpung nggak ada orang di rumah," tulis Devi. 

Bibirku menyunggingkan senyum tipis lantaran wajah Devi yang lucu itu terlintas di benak. 

"Jangan lupa bawa pelumas yang kemarin. Kita coba lagi, aku masih penasaran," Tambahnya lengkap dengan emoticon senyum. 

Pelumas, batinku. Ini gel perekat, bukan pelumas.

--------------

Lima belas menit usai Devi mengirim pesan, aku sudah berdiri di depan rumahnya. Motor matic-ku tadi kupacu dengan cepat agar segera bertemu dengannya.

Aku tak mau menyia-nyiakan waktu  dan terus didera rasa penasaran. Kali ini harus berhasil, sakit tak jadi soal, toh Devi juga mau. 

Pintu depan rumah yang terasa teduh lantaran penuh tanaman hias itu pun terbuka. Dari baliknya muncul Devi yang mengenakan atasan tanktop dan celana pendek di atas lutut. 

Kulitnya yang licin selalu bikin aku terkesima. Aku tahu dia rajin luluran, makanya kulitnya berwarna mocca nan eksotik itu tampak cemerlang. 

Sambil melontarkan senyum yang konyol, dia membuka gerbang dan mempersilakanku masuk. 

"Yuk langsung ke kamarku aja. Eh maaf yah pakaianku begini. Dari tadi panas banget," Katanya sembari mengiringi langkahku masuk. 

Aku melangkah dengan santai, tanpa ada rasa kikuk sama sekali. Pasalnya rumah Devi sudah kumasuki berkali-kali. 

Pintu kamar Devi tersingkap, membuatku langsung menghambur ke dalam dan duduk di tepi ranjangnya. 

Sementara Devi terus menuju ke ruang belakang rumahnya. Mungkin ke dapur untuk mengambil minum untuk kami berdua. 

Kamar Devi selalu rapi. Semua benda diletakkan dengan hati-hati pada tempatnya. Sementara hidungku mengendus wangi lenbut yang memenuhi udara di ruangan itu.

Kombinasi parfum dan lilin aroma terapi menghasilkan aroma yang unik dan membuat kamar Devi terasa nyaman.

"Om sama Tante ke mana, Dev?" Tanyaku saat Devi muncul di ambang pintu dengan dua botol kopi instan di tangan.

Devi tak sebelah menjawab lalu menempatkan diri di sebelahku, memutar tutup salah satu botol itu dan menyorongkannya kepadaku. 

"Oh, mereka ke Bogor, ke rumah saudara di sana. Aku lagi malas ikut. Lagian, kita mau bikin itu lagi kan?" jawabnya sambil tersenyum genit. 

Setelah menenggak isi botol hingga setengah, aku lalu membuka tas pinggangku dan mengeluarkan sebuah tube bening  berisi semacam gel. 

"Nih, udah kubawa. Harusnya kali ini udah bisa masuk, " kataku. 

"Oke!" jawab Devi sambil bergegas keluar kamar. 

"Ke mana?"

"Pipis," Jawabnya. 

Setelah melepaskan hajat, Devi kembali dan langsung menuju meja belajarnya. Dari dalam salah satu laci meja itu, Devi mengambil kerajinan tangan kami yang belum selesai. 

Karya kriya itu adalah tugas dari sekolah, berbentuk berupa sebuah papan penanda mini yang terbuat dari kayu.

Bentuknya seperti rambu lalu lintas, hanya saja pada bagian atasnya tertulis frasa 'JAGALAH KEBERSIHAN'. 

Penanda itu aku yang bikin, sementara Devi kebagian membuat papan bulat dengan lubang di tengahnya untuk dimasuki tiang penyangga penanda itu. 

Satu-satunya masalah kenapa kerajinan itu belum kelar dan dikumpulkan ke guru  adalah tiang penanda itu belum bisa masuk ke papan kecil penahan di ujung bawah sehingga benda itu bisa berdiri. 

"Moga-kali ini bisa masuk dan terpasang, dari kemarin susah banget," kata Devi. 

Aku mulai bekerja, menjejal lubang pada papan dengan gel lengket. Sejenak kemudian aku mulai memasukkan tiang kecil penanda itu yang telah kuraut sedikit agar bisa muat ke lubang itu.

Dalam hati aku berharap, semoga  tidak patah lagi seperti sebelum-belumnya. (*) 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co