Kisah Cinta: Lia Membawaku ke Langit, Lalu Jatuhkanku ke Bumi

04 November 2021 20:13

GenPI.co - Namaku Adi. Saat ini aku duduk di bangku SMA. Sekolahku memang cukup populer dengan prestasi, khususnya basket dan mengambar sketsa.

Kamu mengira aku jagoan di klub basket, bukan? Salah. Tangan ini diciptakan untuk memegang pensil, bukan bola basket.

Aku sangat suka menggambar. Di mana pun aku, berada rasanya tak pernah dipisahkan dari kertas dan pensil untuk mengambar.

BACA JUGA:  Nggak Nyangka, 3 Zodiak Bisa Mendapatkan Rezeki Tak Terduga

Bagiku, menggambar bisa meningkatkan mood menjadi jauh lebih baik, terutama dilakukan di tempat sepi.

Namun, setelah aku naik ke kelas tiga, waktu mengambarku cukup berkurang.

BACA JUGA:  Keberuntungan 3 Zodiak Bikin Rezeki Mengalir Deras Hari Ini

Tidak jarang 1-2 hari aku lalui tanpa memegang kertas dan pensil. Entah kenapa aku benar-benar malas menggambar.

Suatu ketika, setelah pelajaran matematika selesai, kebosanan benar-benar melandaku.

BACA JUGA:  Rezeki 3 Zodiak Melimpah Mulai Besok, Asmaranya Makin Hot

Aku sampai bingung harus berbuat apa. Otakku seolah tidak bisa diajak berkompromi.

“Kamu ngapain di sini?”

Tiba-tiba ada suara di belakangku yang diikuti tepukan di pundakku. Aku menengok ke belakang.

Lia. Dia teman sekelasku. Di tangannya ada buku gambar dan pensil. Lia langsung duduk di sampingku.

“Bengong aja. Kayak nggak punya tujuan hidup,” kata Lia.

Aku terdiam. Malas menimpali omongannya. Percuma, batinku. Lia masih nyerocos tidak keruan.

Sejurus kemudian, dia diam. Lia mulai mencoret-coret kertas gambar yang dibawanya.

Dia mulai membiarkanku. Aku tidak dihiraukan sama sekali. Lama-kelamaan aku gusar juga.

“Ngapain duduk berdua, tetapi sama-sama diam?” ujarku dalam hati.

Aku mengusili Lia. Kuambil satu pensil, lalu mencoret buku gambar milik Lia.

Dia sempat memekik. Aku tertawa girang. Entah kenapa aku mulai menemukan perasan senang dengan buku gambar.

“Jelek,” kataku saat melihat coretan Lia.

“Kamu bisa nggak?” Lia menantangku.

Aku langsung mengambil buku di tangannya. Sejurus kemudian aku mencoret-coret buku gambar itu.

Lia diam saja. Dia terus mengawasiku. Matanya seolah tidak berkedip. Tiba-tiba dia tersenyum. Aku menoleh.

“Kenapa?”

“Bagus juga gambarmu,”

“Mau minta ditraktir apa?”

Lia mencubitku. Entah kenapa sejak saat itu kami makin dekat. Entah kenapa pula aku merasa sangat nyaman berada di dekatnya.

Hampir setiap hari kami meluangkan waktu untuk menggambar di dekat kantin sekolah.

Kami pun sering bermalam minggu bersama. Perasaanku terhadapnya makin kuat. Aku sudah membayangkan kisah cinta yang indah.

“Kamu mau nggak jadi pacarku?” ujarku saat kami duduk di kafe.

Lia tampak kaget. Dia memicingkan mata. Bola matanya lantas membulat. Dia belum menjawab.

Kami terdiam beberapa saat. Aku mulai panas dingin. Jangan-jangan aku terlalu percaya diri.

“Di, maaf, ya. Aku kira kita cuma berteman biasa,” Lia menatapku lekat-lekat.

Matanya tidak sedetik pun menghindar dari wajahku. Aku deg-degan. Badanku mulai panas. Harga diriku mulai lenyap.

Kami kembali terdiam. Aku mengaduk gelas untuk mengalihkan kegugupanku.

“Kita sebaiknya berteman seperti biasa saja,” ujar Lia.

Petir terasa menyambarku. Aku yang awalnya seperti terbang ke langit, langsung jatuh ke bumi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Asahi Asry Larasati

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co