GenPI.co - Terjebak dalam kisah cinta lama, seakan menjadi keahlianku. Sekalipun aku sudah memulai hubungan baru dengan Dion, kekasih baruku.
Aku tetap tidak bisa melupakan Ivan, cinta monyet selama masih duduk di bangku SMA.
Dulu, selama berpacaran dengan Ivan, apapun yang aku minta, pasti dia kabulkan. Tingkahnya, perhatiannya, tatapannya, hingga parasnya membuat aku tidak bisa lupa.
Dia bukan pria baik-baik, bahkan tidak jarang dia berkasus di sekolah. Walau begitu, pria yang punya image nakal ini, tidak pernah sekalipun ingin menakali aku.
"Sayang, jadi kamu ingin makan apa, sayang? tanya Dion, menyadarkan aku dari lamunan.
"Eh, aku ikut kamu aja, sayang," ucapku, sambil tersenyum.
"Lagi-lagi melamun, kenapa? kamu pernah makan di tempat ini dengan mantan terindah kamu itu?," balasnya, kesal.
"Nggak gitu sayang, aku nggak pernah makan disini juga kok sama dia, aku makannya di warteg depan sekolah," jawabku.
"Apa sih bagusnya dia sampe bikin kamu begini banget," ungkap Dion, kesal.
Bagusnya, dia selalu menjadi orang yang selalu ada. Mengizinkan aku melakukan apa yang aku suka dan aku mau.
Dia memberikan aku dunia baru, yakni kebebasan yang tak pernah aku dapatkan, sekalipun di rumah.
Tidak jarang aku berkata dalam hatiku. Bila waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya aku tidak pernah mudah mengatakan kalimat putus itu.
Aku menyesal, karena sampai saat ini aku terus merindukannya.
Kisah cintaku dengan Ivan sudah berlalu 10 tahun yang lalu.
Namun, perasaan bersalah dan rasa sayangku nyatanya tidak pernah lepas darinya. Apakah sebenarnya aku belum siap untuk memulai hubungan baru, bahkan dengan Dion?
Tidak, akupun tidak bisa kehiangan Dion, hanya dia sosok yang bisa membuat aku setidaknya sedikit melupakan Ivan. Ya, sedikit.
"Service Ivan terlalu enak, sulit untuk aku lupakan," kataku, dalam hati. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News