GenPI.co - Hari ini aku ingin cerita soal ibu kos. Perempuan muda yang cantik, tetapi sayangnya selalu tampak murung.
Suaminya jarang pulang ke rumah. Tentu si suami tak pulang untuk bekerja keras menghidupi keluarganya.
Namun, ibu kosku sebenarnya tak ingin juga suaminya terlalu bekerja demi uang.
Sebab, kemesraan tak bisa diganti dengan uang juga.
Untuk mengusir rasa sepinya, dia meminta si suami menyisihkan tabungannya agar bagian belakang rumah bisa dijadikan tempat kosan.
Akhirnya, kosan itu yang kini jadi tempat tinggalku.
"Awalnya ini biar ibu enggak sepi aja. Biar ada kegiatan," katanya.
Namun, sayang sekali, kesepiannya justru makin menjadi-jadi.
Di kosan ini, ada sepuluh kamar dan semuanya telah terisi.
Akan tetapi, para penghuninya hanya menjadikan kos sebagai tempat tidur saja.
Mereka rata-rata menghabiskan waktu lebih banyak di luar untuk bekerja, main, dan sebagainya. Selanjutnya, pulang larut malam dan esok pagi-pagi sekali sudah kerja lagi.
"Namanya juga Jakarta, semua jadi gila kerja. Cari apa sih mereka?" katanya.
Bisa dibilang, hanya aku yang sering tinggal di kos.
Aku memang masih mahasiswa, jadi tak terlalu sibuk.
"Padahal, ibu berharap punya anak kos yang baik, yang bisa diajak ibu jalan-jalan. Kalau berharap sama suami, kayaknya susah buat jalan-jalan," katanya.
Aku hanya mengangguk dan tertawa. Namun, gelagatku itu rupanya ditangkap sebagai tanda persetujuan.
Esoknya, aku diajak ibu kos untuk menemani jalan-jalan di sekitar Jakarta Selatan.
Kami menonton film dan makan di mall hingga larut malam.
"Sudah lama, enggak jalan-jalan gini. Ibu tuh takut kalau jalan-jalan sendiri, makanya kamu temenin ya pas lagi pengen jalan-jalan,”ajaknya.
Aku hanya mengangguk saja. Sebab, kalau sudah jalan sama ibu kos, saya dibebaskan pesan makanan apa saja, dahsyat bukan?
Saya juga dibelikan baju-baju baru. Wow.
Sebagai anak kos, tentu ini rezeki yang tak boleh ditolak.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News