Menggadai Cinta Demi Pria Tampan, Aku Terpergok Mantan Pacar

12 Maret 2022 23:50

GenPI.co - Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa aku sudah setahun di Belanda, aku sepertinya begitu menikmati studiku di sini. Setiap hari Rendi selalu mengirimiku pesan, tapi tak pernah ada yang aku balas. 

Aku selalu menghindari online ketika dia sedang online, aku begitu enggan kepadanya. Aku semakin melupakannya ketika Bryan mencuri hatiku, dia begitu hangat dan manis tak seperti Rendi.

Bryan, memberikan apa yang selama ini aku impikan, bunga mawar, cokelat, dan genggaman tangan ketika bertemu, dia selalu menatap mataku ketika berbicara, aku begitu mencintai Bryan.

BACA JUGA:  Pedang Menantu Sungguh Sakti, Sekali Dipegang Aku Menjerit-jerit

Setelah kuliahku beres, aku dan Bryan pun sepakat untuk bertunangan dan keluargaku pun menyetujui walaupun tadinya Ibu tak menyetujui karena Ibu menyangka Bryan adalah bule, Bryan adalah orang Indonesia asli, hanya namanya memang seperti artis hollywood.

Kedatanganku ke Indonesia untuk tunangan pun diam-diam, tak memberi tahu siapapun kecuali keluargaku, aku takut Rendi menemuiku.

BACA JUGA:  Terpaksa Dilayani Menantu Saat Istri Pergi Dinas

Aku melupakan komitmen “break”, aku lupakan semuanya, aku menyangka ah pasti Rendi juga sudah lupa.

Tak ada Rendi, Tak ada lagi janji aku pun memutuskan untuk semakin berkomitmen dengan Bryan, Bryan menikah denganku tak lama setelah pertunangan kami. 

Lima tahun sudah, aku menjalani hidup dengan Bryan, dan kami menetap tinggal di Belanda. Hidupku terasa bahagia mempunyai suami seperti Bryan.

Namun…

Kehidupanku seakan kacau, seperti digulung ombak, dadaku begitu sesak ketika aku harus kembali lagi ke Indonesia untuk acara pernikahan adikku.

“Kakak, tanggal tujuh bulan Maret aku mau nikah!”

“Ha? Serius dek”

“Asli… Tahu ga aku nikah sama siapa?”

“Sama laki-laki kan?”

“Ya iyalah, hehehe”

“Siapa-siapa?”

“Masih inget Andra ga?”

“Andra?”

“Iya, adiknya Rendi hehehe, ga nyangka ya dia mau jadi suami aku, kita kenalan cuma seminggu terus Andra ngajak nikah, kakak-kakaknya ga jadi, eh malah adek-adeknya yang jadi ya Kak?”

Aku begitu lemas saat mendengar adikku menceritakan siapa calon suaminya, aku menutup telpon dan kemudian menangis.

“Kamu kenapa, sayang?”

“Ga papa, kok!”

Bryan menatapku dengan penuh kehangatan sekaligus kebingungan, aku tak mau sampai Bryan tahu, akan rasa galauku ini. Aku pun mencari cara supaya bagaimanapun caranya aku harus batalkan pernikahan ini, aku tak mau menatap wajah Rendi lagi.

Aku pun menelpon Ibu, dan aku ungkapkan semuanya akan rasa tak inginku untuk menyetujui pernikahan adikku.

“Bu, jangan gampang percaya lah sama cowok yang baru kenal sama si Resti, masa kenal seminggu udah ngajak nikah!”

“Kamu toh kenapa sih? Dia anaknya baik”

“Namanya juga laki-laki bu!”

Aku semakin mendesak ibuku agar memikirkan lagi rencana pernikahan adikku, tak lama kemudian aku mendapat email dari Resti.

“Kakak, kenapa sih? Cuma karena Andra adiknya Rendi, kakak maksa-maksa Ibu supaya batalin pernikahan aku, ga adil kak! Lagian, kak Rendi uda ikhlas ko ngelepasin kakak!”

Aku begitu dihadang bingung, aku memang egois. Tapi, aku tak mau bila harus menatap Rendi lagi, aku takut dia akan menagih janjiku, janji yang akan kembali lagi untuknya, aku berjanji meninggalkannya hanya untuk beberapa saat, tapi ternyata aku sendiri yang mengingkari, aku malu!. Keesokan paginya, kulihat Bryan di ruang tv sepertinya semalam dia tidak tidur dikamar.

“Sayang, kamu tidur disini?”

“Iya, Erika!”

Aku terkejut mendengar dia menyebut namaku, sejak aku pacaran hingga menikah aku tak pernah mendengar dia menyebut namaku, dia selalu memanggilku dengan panggilan romantis.

“Kamu kenapa?”

“Ga papa! Aku cuma minta kamu ngomong”

“Ngomong apa?”

“Ngomongin apa ya? Malah nanya ke aku? Kita udah nikah, Erika, ga usah lah ada hal yang ditutup-tutupin lagi, aku tahu semuanya!”

“Maksud kamu apa?”

“Rendi, Erika! Rendi! Siapa dia?”

Bibirku bergetar, aku tak tahu harus menjawab apa, sepertinya dia membaca email yang dikirim oleh Resti. Tubuhku lemas, badanku seperti tak bertulang rasanya, akhirnya dengan hati-hati aku pun utarakan semuanya, kemudian aku menangis menyesali semua yang terjadi, aku menangis dipelukan suamiku.

“Kamu, ke Indonesia besok sendirian ya, aku nanti nyusul! Kamu disana bantu-bantu hajatan, jangan pas hari H baru datang!”

“Kamu Marah?”

“Ga sayang, aku ga marah!”

“Beneran?”

“Eh, udah ah lupain! Maaf, aku emosi barusan!”

Aku pun terduduk masih dengan melamun, ketakutanku disini adalah ketika aku harus bertemu Rendi, aku mendatangi adikku. Aku menata bunga, di kursi pengantin.

Tiba-tiba, aku merasa ada sosok yang sedang memperhatikanku. Aku pun kemudian menghadapkan badanku menuju arah pintu, dan dia adalah apa yang selama ini aku takutkan, Rendi ada dihadapanku lagi, dia tersenyum dan berjalan ke arahku.

“Halo, Erika!”

“Hai” aku menjawab dengan gugup

“Tenang saja, aku tidak akan menggigit, walaupun aku sudah kamu permainkan”

Aku hanya diam, tersenyum kecut dan tak berani menatap matanya.

“Maafkan aku, Rendi!”

“Hehehe, harusnya aku yang minta maaf. Aku terlalu memperlakukanmu berlebihan, tak pernah ingin aku menyentuhmu, tak pernah aku memelukmu, aku takut akan menodai nilai-nilai kehormatanmu, maafkan aku!”

Aku begitu teramat malu, dan menunduk diam. Ternyata, selama ini aku begitu salah menilainya, aku pikir dia tak pernah mencintaiku, aku pikir dia tak pernah perlakukan aku secara istimewa, ternyata aku yang terlalu cepat menilai.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co