Kisah Mualaf: Hampa Karena Ateis, Kini Aku Sadar Allah Maha Esa

22 April 2022 18:30

GenPI.co - Halo, perkenalkan aku Wiwi Tjhia. Biasa dipanggil Wiwi. Usiaku saat ini 33 tahun.

Aku adalah seseorang yang menghabiskan masa remaja dengan menjadi ateis. Ya, aku tidak percaya dengan keberadaan Tuhan di dunia ini.

Namun, saat aku berusia 25 tahun, aku mulai merasa ada satu sisi di diriku yang kosong. Aku sering merasakan jiwa dan batinku kosong.

BACA JUGA:  Kisah Mualaf: Terbiasa Dengar Al-Fatihah, Aku Dapat Hidayah Islam

Aku tidak paham apa yang sedang terjadi. Aku selalu merasa segala hal di dunia bisa didapatkan dengan mudah. Sebagian yang ada di dunia ini mungkin sudah aku rasakan nikmatnya.

“Akan tetapi, selalu ada yang kosong. Ini apa? Aku hampa,” batinku.

BACA JUGA:  Kisah Mualaf: Atas Panggilan Hati, Ku Imani Islam Dengan Hakiki

Akhirnya aku mulai curhat ke sesama teman. Dari sana aku mulai tertarik dengan keberadaan Tuhan walau pada awalnya aku sama sekali tidak percaya.

Aku mulai merasakan diri ini butuh Tuhan.

BACA JUGA:  Kisah Mualaf: Memilih Islam, Cinta Allah Mengalir dalam Kehidupan

Ketika keberadaan Tuhan sudah aku dapati, kini aku mencari jalur menuju Tuhan atau agama yang dipercayai.

Di titik ini aku kemudian memilih Islam. Menurutku, Islam adalah agama yang berlogika.

Meski sudah menjadi mualaf, pencarianku terhadap Tuhan dan agama belum berakhir.

Aku terus mempertebal ilmu-ilmu soal Tuhan dan agama Islam.

Seorang teman lalu memberikanku buku, yang kemudian aku baru tahu namanya Al-Qur’an.

Aku coba baca versi terjemahannya dan baru selesai empat bulan kemudian.

Aku makin yakin dengan Islam. Banyak hal yang aku temui di dunia ini sinkron dengan Al-Qur’an.

Misalnya, soal awal terbentuk hingga cara kerja alam semesta. Menurutku, semua hal yang dijelaskan di kitab suci tersebut sejalan dengan teori ilmiah yang ditemukan ilmuwan.

Aku juga menemukan fenomena dua jenis air laut yang bertemu, tetapi tidak bisa bersatu. Kejadian di dunia nyata itu juga ada di Al-Qur’an.

Padahal, jika dipikir-pikir, Al-Qur’an lahir lebih dulu dibanding berbagai pengetahuan soal alam semesta versi ilmuwan.

Aku juga suka cara Islam menggambarkan Tuhan. Tuhan dalam Islam tidak ada bentuknya. Di sisi lain, pembawa agama pun tidak ada gambar atau fotonya. Menurutku, hal itu dilakukan supaya umat Islam tidak lari tujuan atau berbeda maksud ketika menyembah.

Selain itu, aku suka muslimin begitu menghargai rumah Tuhan alias masjid.

Mereka ketika akan salat pasti melepaskan alas kaki, kemudian wudu.

Kisah mualaf ini seperti dituturkan Wiwi Tjhia kepada GenPI.co.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Chelsea Venda

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co