GenPI.co - Hai, perkenalkan namaku Roni Susanto. Umurku 29 tahun dan saat ini bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Aku cukup senang dengan apa yang kulakukan saat ini, tetapi sebenarnya ada mimpi yang terkubur karena suatu kejadian yang kualami sepuluh tahun lalu.
Mimpi yang dahulu sempat aku impikan ialah menjadi pemain sepak bola profesional.
Sebenarnya, mimpi tersebut hampir saja aku raih. Namun, kecelakaan yang aku alami saat pulang dari tempat latihan meruntuhkan segala kemungkinan untuk menjadi pemain sepak bola profesional.
Latihan hari itu digelar agak lebih malam dari biasanya, kami baru selesai latihan pukul sepuluh malam.
Setelah pendinginan dan berbincang sebentar, aku pulang sekitar pukul sebelas malam.
Aku sangat berhati-hati dalam berkendara dan sama sekali tidak melebihi batas kecepatan normal.
Namun, kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di jalanan. Saat melintasi perempatan, tiba-tiba sebuah mobil dari arah kiri melaju dengan kencang dan menyerempet bagian depan motorku.
Aku langsung terpental dari motor dan terlempar cukup tinggi dan jauh. Nahas, diriku terhempas ke arah tiang lalu lintas jalanan dan kaki terbentur secara keras hingga membuatku berteriak kesakitan seketika.
Mobil yang menabrakku langsung tancap gas dan pergi meninggalkanku terkapar kesakitan di jalanan.
Untungnya, beberapa menit berselang lewat beberapa pengendara lain yang langsung menepi dan membantu.
Aku langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberikan penanganan secepatnya. Malam itu aku menginap di rumah sakit.
Keesokan harinya, ditemani dengan kedua orang tuaku yang sudah tiba di rumah sakit, kami berbicara dengan dokter terkait kakiku.
“Tulang kaki anak ibu dan bapak mengalami patah dan retak. Kemudian, ada bagian otot yang juga putus,” ujar dokter.
Aku langsung terkulai lemas.
“Dok, kapan saya bisa mulai bermain sepak bola lagi?” tanyaku lirih.
Sang dokter terdiam beberapa saat.
“Kalau untuk bermain secara profesional, sepertinya akan sulit. Proses penyembuhannya akan memakan waktu dan luka ini sangat mudah untuk terbuka lagi jika kamu bermain sepak bola dengan intensitas yang tinggi,” jawab dokter dengan suara pelan.
Air mata langsung menetes dari kedua mataku saat itu juga. aku merasakan hidupku hancur tanpa sisa.
Butuh waktu 2 tahun sampai akhirnya aku bisa benar-benar ikhlas dan merelakan mimpi menjadi pemain sepak bola profesional.
Aku sengaja mencari pekerjaan yang jauh dari dunia sepak bola, karena rasanya keinginan untuk bermain sepak bola secara profesional itu akan terus muncul jika aku masih berkecimpung di dunia itu.
Kini, aku sudah hidup bahagia dengan seorang wanita cantik yang baru kunikahi tiga bulan lalu. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News