GenPI.co - Kisah cintaku dengan Rian seperti ayunan. Terkadang naik, terkadang turun. Kami menjalaninya dengan susah payah.
Namaku Ana. Aku karyawati di sebuah perusahaan di Jakarta. Hubunganku dan Rian sudah berjalan sepuluh tahun.
Delapan tahun pertama berjalan penuh liku. Aku dan Rian sama-sama mempunyai impian besar.
Kami sama-sama ambisius. Rian dengan mimpinya. Aku dengan mimpiku. Mimpi-mimpi itulah yang membuat kami berjarak.
Hubungan kami sempat akan berakhir. Namun, entah kenapa kami bisa bersatu lagi.
“Mungkin karena kamu cinta aku,” kata Rian suatu ketika.
“Kamu kali yang ngebet banget,” aku menimpalinya.
Aku masih ingat salah satu momen yang paling berat. Kejadiannya sekitar enam tahun setelah kami pacaran.
Rian seolah menghilang perlahan-lahan. Dia tidak seantusias biasanya. Rian seperti menjadi sosok lain.
Aku heran. Dia tidak biasanya bersikap seperti itu. Aku sempat curiga dia selingkuh. Kucari berbagai sumber.
Aku tidak menemukan bukti Rian selingkuh. Mungkin dia bosan. Aku mencoba memastikannya.
“Enggak,” kata Rian.
Dia seolah ingin meyakinkanku. Namun, aku merasa jawabannya tidak meyakinkan. Aku mendesaknya.
“Kamu ingin hubungan ini berakhir?” tanyaku.
Rian menggeleng. Beberapa hari setelahnya, dia baru membuka semuanya. Rian sedang ada masalah dengan pekerjaannya.
Aku baru sekali itu melihat Rian benar-benar galau. Dia seolah kehilangan kepercayaan dirinya.
Itu bukan Rian yang kukenal. Rian yang kukenal adalah pria dengan bahu sekuat baja. Dia punya dada seluas samudra.
Bisnisnya sedang drop. Dia tidak pernah cerita kepadaku. Rian justru sering mencak-mencak.
Namun, kepercayaan diri Rian kembali lagi. Dia bisa bangkit. O, iya. Kisah cintaku berakhir manis.
Tepat setelah kami pacaran selama sepuluh tahun, Rian melamarku. Orang tuaku menyetujuinya. Saat ini, kami sedang menunggu anak pertama. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News