Cintaku Diembat Janda Desa

14 Maret 2021 18:35

GenPI.co - Sore ini turun hujan lagi. Aku pun terjebak di gubuk kecil di tengah sawah sembari menunggu hujan reda.

Bukannya aku tak mau kebasahan, tapi rombongan cacing pasti sedang rekreasi ke permukaan tanah di kala hujan begini. Iya, aku sangat takut cacing.

BACA JUGA: 4 Zodiak Hobi Begituan, Ada yang Mampu 3 Ronde

Aku memang sedang pulang kampung ke rumah nenekku di Cianjur. Nenekku seorang petani yang seumur hidupnya dia dedikasikan untuk menggarap lahan.

Namun, semangatnya itu tak menurun pada ayahku. Ayah justru memilih untuk pindah ke Kota Bandung dan bekerja di sana sebagai arsitek.

Keluargaku terbilang cukup sering mengunjungi rumah Nenek. Bahkan, aku berteman baik dengan anak tetangga Nenek yang seumuran denganku.

Dia seorang anak laki-laki periang yang sudah memakai kacamata sejak umur 7 tahun. Kehadirannya selalu membuat suasana pertemuan menjadi riang dan cerah.

Hal itu mungkin yang selalu membuatku mencarinya tiap pulang ke Cianjur. Namun, sejak kami berdua menginjak bangku kuliah, kami jadi jarang sekali bertemu.

Sebab, kesibukanku di kampus bertambah dan di saat yang bersamaan ayah mendapat jabatan di kantor baru yang membuatnya menjadi supersibuk.

Jika aku tak salah hitung, mungkin terakhir kali kami ke Cianjur itu sekitar dua setengah tahun yang lalu.

Hujan sore ini turun sangat deras, jadi mungkin bisa saja aku terjebak di tengah sawah sampai lebih dari satu jam.

Jadwal yang padat di kampus ditambah kisah cintaku yang kacau balau membuatku menikmati hari-hari di Cianjur.

Saat aku sedang asik melamun melihat daun padi yang bergoyang diterpa angin dan guyuran air hujan, suara seseorang membawaku kembali ke realita.

“Nadin, kok bengong?” ujar seseorang sambil menepuk pundakku. Saat aku menolehkan kepalaku ke belakang, aku melihat senyum manis Feri.

Lensa kacamata bagian dalamnya berembun, sementara yang bagian luar basah terkena terpaan air hujan. Dia membawa dua payung, satu dia pakai dan satunya lagi dijinjing

Namun, karena kencangnya angin, payung yang dia bawa tak dapat melindungi dirinya dari terpaan air hujan.

“Kamu ke sini bawa basah-basahan ngapain, ih? Sini buru masuk gubuk biar kamu nggak makin basah,” kataku.

Dia pun masuk ke gubuk dan seketika membuat bagian dalam gubuk menjadi basah.

“Aku ke sini mau jemput kamu. Soalnya kata Nini, kamu kejebak di tengah sawah barengan sama keong sawah,” jawabnya. Aku sontak tertawa mendengar ceritanya.

“Ih, aku tuh takut cacing kalau pulang. Jadi, aku di sini dulu aja sampe nanti ujannya reda,” jawabku.

“Sama aja, Din. Cacing juga pada main keluar rumah kalau hujannya sudah reda. Kamu kira cacing keluarnya pas lagi hujan saja?” kata Feri sambil terkekeh.

Kami pun menunggu hujan reda sambil bercerita tentang apa saja yang terjadi selama kami tak bertemu. Mulai dari aktivitas kami berdua di kampus masing-masing hingga film, buku, dan tren di media sosial terbaru.

Berbincang dengan Feri selama satu jam membuatku menyadari betapa kagum aku pada dirinya. Feri merupakan sosok yang perian dan humoris, tapi dewasa di saat yang bersamaan.

Dari sekian laki-laki yang mendekatiku, tak pernah aku melihat apa yang ada di dalam diri Feri. 
Seketika, aku tersadar. Mungkin saja, selama ini aku mencari sosok seperti Feri yang bisa mengisi hari-hariku.

Namun, tak pernah aku menemukan sosok lain yang seperti Feri. Saat itu juga, aku menyadari perasaanku kepada Feri selama ini.

Saat aku sedang menatap matanya yang teduh, Feri memanggil namaku. “Nadin, aku mau cerita sama kamu,” katanya.

BACA JUGA: Amien Rais Sindir Mahfud dan Ahok, Semua Berubah pada Waktunya

“Kenapa, Fer?” jawabku sembari berdebar menebak-nebak apa yang akan diceritakan Feri.

“Aku kemarin mengajak Mbak Ratih buat serius. Kayaknya, tahun ini aku mau menikah dengannya,” ujar Feri.

Hatiku langsung perih setelah mendengar kabar bahwa cinta pertamaku akan menikahi tanteku yang sudah lama tinggal di rumah Nenek setelah menjanda.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co