GenPI.co - Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa memberikan perhatian khusus terhadap utang Indonesia sebesar 385 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.000 triliun.
Informasi utang itu berdasarkan hasil riset AidData yang dimuat dalam laporan bertajuk 'Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13.427 chinese development projects.'
Herry mengatakan, utang itu menjadi peringatan nyata untuk pemerintahan Indonesia.
"Terlepas apapun itu skema B to B antara Indonesia dan China selama ini cenderung pada akhirnya pasti membebani APBN," katanya kepada GenPI.co, Sabtu (16/10).
Dia mengatakan, alasan pemerintah tidak berdasar dan cenderung nirsolutif dengan menyatakan bahwa utang ini adalah dikelola oleh BUMN dan perusahaan negara lainnya. Alhasil, tidak muncul pada neraca Pemerintah.
"Karena, sekema ini juga sering diperdengarkan ke publik dan jika terjadi persoalan maka APBN kembali diotak-atik. Saya kira ini yang berbahaya," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya mendorong agar Presiden Jokowi benar-benar serius mengevaluasi pembantu dan jajarannya dalam hal mengelola perekonomian negara saat ini.
"Situasi Indonesia saat ini sedang dalam pandemi yang artinya perlu perbaikan," katanya.
Herry menjelaskan, perbaiki itu meliputi evaluasi dan kinerja yang serius termasuk intropeksi kepemimpinan Jokowi dan Menterinya.
"Dalam hal mengelola perekonomian itu yang paling penting," ujarnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News