Nicholas Saputra Jadi Produser di Film Semesta

26 Januari 2020 21:35

GenPI.co - Aktor Nicholas Saputra terjun di belakang layar sebagai produser untuk film dokumenter berjudul Semesta. Dokumenter produksi Tanakhir Films ini yang berkisah tentang mereka yang merawat Indonesia ini akan tayang 30 Januari 2020.

Sejak awal penggarapannya, Mandy Marahimin dan Nicholas Saputra selaku pendiri Tanakhir Films ini mempersiapkan Semesta menjadi tayangan dokumenter yang berbeda.

BACA JUGA: Pangeran William Dapat Gelar Baru dari Ratu Elizabeth II

Mereka yang menjadi sosok protagonis dalam film ini dipilih setelah melalui proses riset. Pertama Tjokorda Raka Kerthyasa, tokoh budaya di Ubud, Bali. Bersama segenap umat Hindu menjadikan momentum Hari Raya Nyepi sebagai hari istirahat alam semesta. 

Sebab posisi Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu negara penghasil emisi gas rumah kaca yang berkontribusi tinggi terhadap pemanasan global.

Lalu ada Agustinus Pius Inam, Kepala Dusun Sungai Utik, Kalimantan Barat, yang memastikan pentingnya penduduk desa memahami dan mengikuti langkah tata cara adat dalam melindungi dan melestarikan hutan.

Sebab dengan cepatnya deforestasi, hanya tata cara masyarakat adat dalam mengelola hutan yang menjadi harapan terbaik terhadap perlindungan hutan. Bagi masyarakat hutan adat di Dusun Sungai Utik, tanah adalah ibu, sementara air adalah darah. Makanya perlu dijaga dari segala ancaman kerusakan.

Berlanjut menemui Romo Marselus Hasan, Pemimpin Agama Katolik di Bea Muring, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang menyelipkan pesan kepada para jemaatnya untuk berdamai dan menjaga pelestarian alam, terutama sumber mata air.

Update Virus Corona: 56 Meninggal, 2.000 Orang Tertular

Desa Bea Muring belum dialiri listrik, sehingga masyarakat terpaksa menggunakan generator untuk sumber listrik mereka. Namin generator tidak hanya bising, tapi juga mengeluarkan emisi yang berbahaya bagi alam. 

Tujuh tahun lalu, bersama warga di sana, Romo Marselus secara mandiri membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro, yang notabene merupakan sumber listrik yang berkelanjutan dan bersih.

Walaupun fokus utama film Semesta tentang perubahan iklim, unsur pemberdayaan perempuan dan community development juga menjadi salah satu kisah yang diangkat. Ini tercermin lewat pemilihan Almina Kacili, Kepala kelompok wanita gereja di Kapatcol, Papua Barat.

Bersama ibu-ibu anggota kelompoknya, Almina Kacili membantu penyeimbangan alam melalui “Sasi”, sebuah tradisi kearifan lokal yang menjaga keberlangsungan sumber daya alam dengan melindungi wilayahnya dari eksploitasi, terutama oleh nelayan-nelayan yang menggunakan peralatan ilegal.

BACA JUGA: Tjahjo Kumolo Beberkan Soal Penghapusan Tenaga Honorer

Protagonis selanjutnya yang menempati wilayah paling barat Indonesia adalah Muhammad Yusuf. Sehari-hari ia menjadi imam di Desa Pameu, Aceh. Dalam setiap kesempatan tak henti ia memperingatkan penduduk untuk berdamai dengan alam, termasuk ketika memberikan khutbah di masjid.

Penonton kemudian akan diperkenalkan dengan figur Iskandar Waworuntu yang bertahun-tahun lalu memutuskan hijrah dari kehidupannya dahulu dan hidup dari sebidang tanah kering, sebuah tempat yang ia beri nama Bumi Langit.

Melalui komitmen untuk menjalani praktik thayyib, Pak Is demikian sapaannya dengan dukungan keluarganya menggunakan ilmu permakultur untuk berhubungan kembali dengan alam. 

Perjalanan Semesta berakhir dengan kehadiran Soraya Cassandra, petani kota pendiri Kebun Kumara, Jakarta. Melalui sebuah kebun yang ia kelola di pinggiran ibu kota, Sandra melakukan kampanye prinsip-prinsip belajar dari alam yang secara kreatif mengubah tanah di kota menjadi hijau kembali.
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co