Cintaku Jatuh Pada Pelukan Janda Beranak Dua

06 Agustus 2020 15:03

GenPI.co - Tak terasa, kehidupan begitu cepat berlalu. Semuanya bergerak sangat cepat atau aku yang bergerak terlalu lambat. Di umurku yang sudah mencapai 30 tahun, belum ada satu pun wanita yang menemani kehidupanku.

Belum lagi, setiap kali bertemu Ibu, ia selalu berbicara bahwa ia ingin cepat memiliki seorang cucu. Namun, aku masih santai dan terlalu fokus dengan pekerjaanku selama ini. Ya, aku memang tak pernah mencoba untuk mendekati seorang perempuan. 

BACA JUGA: Ternyata Kamu Lebih Memilih Tante Ganjen, Brian

Entah kenapa, aku tak menginginkan hal itu. Meski kadang terlintas di pikiran ingin segera menikah, tetapi tetap saja aku tak melakukan pergerakan. 

Setiap hari, aku berangkat pagi untuk bekerja, sore hari menembus kemacetan Jakarta, dan malam harinya istirahat melepaskan penat seharian bekerja.

Rutinitas seperti itu sudah aku lakukan selama 7 tahun belakangan ini. Meski kadang terasa sangat membosankan, aku nyaman melakukan itu. 

Namun, makin ke sini, aku makin memikirkan omongan Ibu perihal cucu. Aku berpikir, bahwa aku tak bisa selamanya seperti ini. 

Akhirnya, aku pun mulai mencari di beberapa aplikasi kencan online. Perlahan, aku pilih yang sesuai selera, tetapi tetap saja, hati tak pernah suka. 

Baru saja aku mencoba, bahkan belum sampai seminggu, aku sudah bosan dengan kegiatan mencari jodoh seperti itu. Hingga akhirnya, aku bertemu dengan seorang teman lama sewaktu SMA dahulu. 

Mili namanya, seorang perempuan cantik yang menjadi idaman semua pria di sekolahanku dahulu. Aku bertemu dengannya di luar stasiun kereta saat pulang kerja. 

Saat melihatnya pertama kali, butuh beberapa menit untuk meyakinkan diriku bahwa itu benar-benar Mili teman SMAku. Hal itu karena wajahnya berubah makin cantik, lebih cantik waktu di SMA dahulu. 

BACA JUGA: Rajin Diet Tapi Susah Kurus? Begini Penjelasan Dokter

Saat itu, aku mengajaknya untuk ngobrol di kedai kopi dekat Stasiun. Ia mengiyakan tawaranku, dan kami pun bercerita banyak malam itu. 

Kami pun saling bertukar nomor WhatsApp. Keesokan harinya, setelah pulang kerja, kami kembali membuat janji untuk bertemu, di tempat yang sama seperti kemarin. 

Aku merasakan hal yang aneh saat bersama Mili, seperti saat aku menatap matanya, aku seperti di bawa ke sebuah air terjun yang sangat sejuk dan menenangkan. 

Saat melihat senyumnya, aku merasa sangat egois dan selalu ingin melihat senyum itu setiap waktu.  Aku menyadari, bahwa Tuhan sudah menjatuhkan hatiku kepada Mili. Meski aku bukan siapa-siapa, saat ini aku tak ingin Mili menjadi milik orang lain. 

Akhirnya, aku memutuskan untuk memberitahu perasaanku kepada Mili. Bahkan, aku berniat untuk langsung melamarnya. 

Entah kenapa, saat aku melihat Mili, aku melihat bayangan masa depan yang sangat indah bersamanya. Rasa nyaman, tenang, bahagia, membuatku yakin dengan keputusanku ini. 

Namun, saat aku mengatakan niat baikku untuk melamar Mili, ia terlihat bingung. Apakah ia tak mencintaiku? Kalau iya, kenapa selama ini Mili selalu menerima tawaranku untuk bertemu. 

Pikiran negatif sudah mulai menguasaiku. Hingga akhirnya, Mili menjelaskan semuanya. Ia mengatakan bahwa ia juga memiliki rasa yang sama sepertiku. Ia juga bersedia menjadi Ibu dari anak-anakku kelak. 

BACA JUGA: Meski Lawan Kotak Kosong, Gibran Siap Tempur dan Menang

Namun, ia bertanya kepadaku “Apakah kamu mau menikah dengan janda beranak dua sepertiku?” tanya Mili. 

Mendengar pertanyaan itu, aku cukup kaget dibuatnya. Namun, dengan yakin aku menjawab bahwa aku tak mempermasalahkan statusnya yang sudah beranak dua. 

Cintaku pada Mili tulus adanya. Aku pun siap menjadi Ayah dari anak-anak Mili dari pernikahan sebelumnya. 

Aku tak peduli apa kata orang nanti, yang aku tahu, hatiku sudah kuberikan semua untuk Mili. Aku tak peduli orang akan mentertawakanku, yang pasti aku bahagia hidup bersama Mili. 

Cukup lama aku menunggu jawaban dari Mili. Bahkan, ia meminta waktu selama 3 hari untuk menjawab lamaranku. 

Saat menunggu jawaban dari Mili, aku mulai memberitahu Ibu. Aku pikir, Ibu akan marah dengan keputusanku untuk menikahi seorang janda beranak dua. 

Ibu justru senang bukan main, “Jadi Ibu punya cucu lebih cepat” kata Ibu. 

Ibu juga mengatakan, bahwa keputusan hidupku aku yang menentukan. Selama itu bisa membuatku bahagia, Ibu akan selalu mendukungku. 

Mendengar itu, air mataku langsung jatuh di depan Ibu, dan aku langsung memeluknya. Entah kenapa, di depan Ibu, aku menjadi seorang pria yang sangat mudah mengeluarkan air mata. 

BACA JUGA: Pedagang Bendera Merah Putih Menangis, Penjualan Lesu

Setelah menunggu, akhirnya Mili memberikan jawaban atas lamaranku. Ia kembali bertanya apakah tidak masalah bila aku menikah dengan seorang janda? 

Aku menjawab pertanyaan itu dengan sebuah pelukan. Mili menangis, dan ia menjawab bahwa ia bersedia menikah denganku. 

Cinta memang tak pernah ada yang tahu, sekeras apapun aku berusaha, bila belum waktunya, cinta tak akan datang. Kini, aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama istri dan kedua anak baruku. 
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co