Junta Militer Myanmar Makin Kejam, Seruan Maut Thailand Tegas

06 Juni 2021 17:17

GenPI.co - Thailand telah menyatakan keprihatinan tentang kekerasan di banyak bagian Myanmar dan meminta tetangganya untuk mengambil tindakan dan mengakhiri kekacauan yang mengguncang negara itu sejak kudeta 1 Februari.

Militer Myanmar telah menunjukkan sedikit tanda mengindahkan 'Konsensus Lima Poin' yang disepakati di antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada bulan April, yang menyerukan diakhirinya kekerasan, pembicaraan politik dan penunjukan utusan khusus regional.

"Kami telah mengikuti perkembangan di Myanmar dengan penuh perhatian, terutama insiden kekerasan di banyak bagian negara itu," kata Tanee Sangrat selaku juru bicara kementerian luar negeri Thailand, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (6/6/2021).

BACA JUGA:  Makin Mendidih, Pemerintah Bayangan Myanmar Tantang Junta Militer

Dia mengulangi seruan untuk mengakhiri kekerasan, pembebasan semua tahanan dan 'implementasi konkret dari Konsensus Lima Poin' sesegera mungkin.

Militer telah gagal untuk memaksakan kontrol sejak merebut kekuasaan dari pemimpin terpilih Aug San Suu Kyi, yang termasuk di antara lebih dari 4.500 orang yang ditahan sejak kudeta.

BACA JUGA:  Ngeri! Myanmar Panas, Sasaran Junta Militer Tangkap 87 Jurnalis

Semntara, sebuah kelompok hak asasi mengatakan sedikitnya 847 orang telah tewas, tetapi militer membantah angka itu.

Sedangkan, protes harian terhadap militer telah berkembang di beberapa bagian Myanmar menjadi pemberontakan bersenjata sementara konflik etnis yang telah berlangsung selama satu dekade telah berkobar lagi.

BACA JUGA:  Mencekam! Tentara Myanmar Habisi Warga Sipil di Delta Ayeyarwady

Para penentang militer telah menyuarakan frustrasi atas kurangnya tindakan keras oleh ASEAN dan mengatakan pertemuan dua perwakilan kelompok itu dengan pemimpin kudeta Min Aung Hlaing pada hari Jumat memberinya legitimasi yang lebih besar tetapi tidak membawa manfaat.

Thailand memiliki perbatasan yang lebih panjang dengan Myanmar daripada negara lain dan khawatir konflik tersebut dapat membawa banjir pengungsi.

Pemerintahannya sendiri dipimpin oleh seorang mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta sebelum mengadakan pemilihan.

“Banyak dari apa yang telah dilakukan Thailand mungkin tidak dipublikasikan, karena kami percaya bahwa diplomasi yang tenang dan rahasia antara tetangga akan lebih efektif dan sejalan dengan diplomasi tradisional Thailand,” ungkap Tanee.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co