Tekan Obat Sirop Berbahaya, GP Farmasi Minta BPOM Percepat Uji Obat 

20 Desember 2022 20:40

GenPI.co - Kasus cemaran obat sirop yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia, telah menyebabkan 324 kasus dengan 200 kasus meninggal dunia. 

Disampaikan oleh Tirto Koesnadi, Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun. 

Industri farmasi nasional memproduksi 90% dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi dan berbagai produk obat lainnya.

BACA JUGA:  Bersama Kominfo, BPOM Patroli Siber Peredaran Obat Sirop

"Namun, kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup saja, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industry farmasi lainnya," ujar Tirto dalam keterangan resminya, Selasa (20/12).  

Hal ini menurut Tirto menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, tetapi ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah.

BACA JUGA:  Lebih Baik Obat Sirop atau Puyer untuk Anak? Ini Penjelasannya

Padahal selama ini pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat di antara negara Asia, karena BPOM yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional.

Industri Farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM.

BACA JUGA:  Kasus Obat Sirop, Pemerintah Didesak Sahkan RUU POM

Di tengah pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal. 

Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG. 

Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga  PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isi nya telah dicampur EG. 

Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.

GPFI menegaskan bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirup, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri Farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat. 

Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan >94% obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.

“GPFI turut menghimbau seluruh Industri Farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi kami, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirup dan melaporkan hasilnya kepada BPOM,” ujar Tirto. 

Selain berfokus pada pengujian untuk memastikan keamanan produk obat sirup, menurut Direktur Eksekutif GPFI, Drs. Elfiano Rizaldi, yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak dengan tegas.

Prioritas lainnya yang sedang dilakukan adalah mempercepat proses pemeriksaan dengan detail kualitas dan keamanan semua produk obat sirup di Indonesia untuk mempercepat ketersediaan obat sirup yang sangat dibutuhkan pasien dan masyarakat Indonesia. 

Untuk obat sirup bisa diedarkan kembali, berdasarkan persyaratan ketat dari BPOM, ada 12 aspek pemeriksaan mutu dan keamanan yang wajb diperiksa Industri Farmasi dan diverifikasi detail oleh BPOM. 

Aspek tersebut mencakup verifikasi alur supplier bahan kimia, pemeriksaan kualitas dan keamanan semua bahan baku pelarut, proses produksi dan kualitas produk jadinya. 

“Kami percaya dengan adanya kolaborasi dan transparansi dari berbagai pihak, pengujian obat sirup dapat segera selesai dan masyarakat dapat kembali mengakses obat sirup tanpa rasa was-was,” tutup Elfiano.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid Reporter: Annissa Nur Jannah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co