GenPI.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Jaksa Penuntut Umum KPK yang memvonis 5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, terkait perkara suap ekspor benih lobster.
"Padahal, melihat konstruksi pasal yang digunakan (Pasal 12 huruf a UU Tipikor) KPK sebenarnya dapat menuntut Edhy hingga seumur hidup penjara," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/6/2021).
ICW menganggap tuntutan JPU KPK terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah menghina rasa keadilan.
"Betapa tidak, tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017," ungkap Kurnia.
ICW juga mengkhawatirkan hal ini akan sama terjadi dalam perkara suap pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.
"Sebelum Edhy, KPK diketahui juga pernah menuntut ringan Romahurmuziy (4 tahun penjara) pada awal tahun 2020. Ke depan, ICW meyakini praktik ini akan terus berulang dan besar kemungkinan akan kembali terlihat dalam perkara bansos yang melibatkan Juliari P Batubara," imbuhnya.
Seperti diketahui, Jaksa meyakini Edhy terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih-benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Edhy juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS.
Selain itu, Edhy dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.
Adapun, Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News