GenPI.co - Ombudsman menguak temuan maladministrasi mengejutkan dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Temuan tersebut berupa penyimpangan prosedur, penyisipan aturan dan juga penyalahgunaan wewenang dalam pembentukan kebijakan.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers daring pada Rabu (21/7) membeber soal maladministrasi tersebut.
Dia menjelaskan, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN berjalan sejak Agustus 2020.
Lalu tahap harmonisasi terhadap peraturan itu dimulai Desember 2020 hingga Januari 2021.
Menurut pria yang disapa Endi itu, maladministrasi terjadi pada proses ini, di mana klausul mengenai TWK disisipkan di saat-saat terakhir sebelum finalisasi kebijakan tersebut, yakni pada 25 Januari 2021.
"Munculnya klausul TWK adalah bentuk penyisipan ayat, pemunculan ayat baru. Munculnya di bulan terakhir proses ini," katanya.
Padahal sebelumnya, Ombudsman belum menemukan klausul TWK di proses perancangan.
Penyimpangan selanjutnya terjadi pada mengenai penyalahgunaan wewenang dalam pembentukan Perkom 1/2021 tersebut.
Endi mengatakan, pada rapat 26 Januari bukan lagi jabatan pimpinan tinggi atau perancang yang hadir, melainkan para pimpinan lembaga.
Sementara berdasarkan Peraturan Menkumham Nomor 23 tahun 2018, harmonisasi selayaknya dihadiri oleh pejabat pimpinan tinggi.
Mereka adalah dalam hal ini sekjen atau kepala biro, JPT, pejabat administrasi, dan panja. Namun hal ini dipatuhi hingga harmonisasi pada Desember 2021.
Sementara pada di rapat 26 Januari yang hadir menurut Endi adalah epala BKN, kepala LAN, ketua KPK, menkumham, dan menPAN-RB.
Lalu keanehan terjadi lantaran kebijakan tersebut malah diteken oleh pihak-pihak yang tak hadir dalam pertemuan tersebut.
Mereka adalah kepala Biro Hukum KPK dan direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kemenkumham.
“Yang hadir pimpinan, tetapi yang tanda tangan berita acara adalah yang tidak hadir, yakni level JPT. Ombudsman berpendapat ada penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang," beber Endi.
Dia mengatakan, penyalahgunaan wewenang karena tanda tangan justru dilakukan oleh yang tidak hadir, yakni kabiro hukum dan direktur pengundangan.
Kebijakan ini juga menurut Endi menjadi cacat secara prosedur. Sebab, KPK tidak menyebarluaskan setelah dilakukan proses perubahan enam kali rapat terhadap Perkom Nomor 1 Tahun 2021. (GenPI/JPNN)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News