GenPI.co - Pengamat komunikasi dan politik Jamiluddin Ritonga, mengatakan sebanyak 272 pelaksana tugas (Plt) kepala daerah akan menimbulkan polemik.
Kepastian bahwa pilkada akan dilakukan serentak melahirkan persoalan krusial menggantikan kepala daerah yang akan berakhir masa tuganya pada 2022-2023.
"Secara politis hal itu memang beresiko," ujar Jamiluddin kepada GenPI.co, Sabtu (19/2).
Karena, dalam waktu yang lama para pemimpin daerah tersebut bukan dipilh oleh rakyat.
Padahal, dalam UU disebutkan kepala daerah harus dipilih oleh rakyatnya dan bukan ditunjuk.
"Oleh karena itu, sebanyak 272 pejabat daerah tidak punya legitimasi," lanjutnya.
Akademisi dari Universitas Esa Unggul itu menyebut dalam negara demokrasi akan berbahaya bila daerah dipimpin oleh yang tidak legitimit.
"Pejabat daerah yang ditunjuk seharusnya tidak mempunyai kewenangan yang sama dengan kepala daerah yang dipilih oleh rakyat," jelasnya.
Sebab, lanjut Jamiluddin, idealnya pejabat itu hanya menjalankan tugas rutin.
"Sayangnya, berbahaya bila pejabat daerah hanya boleh melaksanakan kegiatan rutin dalam jangka lama," tuturnya.
Padahal, daerah itu sangat dinamis dengan berbagai persoalan yang memerlukan penyelesaian melalui kebijakan strategis.
"Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila pemerintah tetap memaksakan pejabat daerah yang akan memimpin 272 daerah," ucapnya.
Kalau itu nantinya terjadi, dia mengatakan, Jokowi akan dikenang sebagai presiden yang lebih setengah dari daerahnya dipimpin pejabat. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News