Ini Isi Gugatan UU IKN yang Ditolak Karena Bertanda Tangan Palsu

16 Juli 2022 11:25

GenPI.co - Permohonan gugatan uji materi UU Nomor 3 Tahun 2022 alias UU IKN ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) lantara para mahasiwa Pemohon ketahuan memalsukan tanda tangan.

Hal tersebut diungkapkan MK dalam sidang lanjutan uji materiil UU IKN pada Rabu (13/7).

Sidang kedua Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 itu, seharusnya beragendakan perbaikan permohonan.

BACA JUGA:  Konjen Australia Pusing ke IKN Nusantara, Sebut Buaya Darat

Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mencurigai tanda tangan pemohon dalam gugatan, karena berbeda dengan yang ada di KTP.

Diketahui ada enam orang mahasiswa selaku Pemohon gugatan judicial review UU IKN.

BACA JUGA:  Terbukti Palsukan Tanda Tangan, Gugatan UU IKN Dicabut Pemohon

Mereka ialah M. Yuhiqqul Haqqa Gunadi (Pemohon I), Hurriyah Ainaa Mardiyah (Pemohon II), Ackas Depry Aryando (Pemohon III), Rafi Muhammad (Pemohon IV), Dea Karisna (Pemohon V), dan Nanda Trisua Hardianto (Pemohon VI yang merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung).

Dalam sidan yang berlangsung pada 27 Juni 2022, para Pemohon mendalilkan sebagian frasa dan kata dalam Pasal 5 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (1) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.

BACA JUGA:  MK Ancam Laporkan Pemalsu Tanda Tangan Gugatan UU IKN ke Polisi

Menurut para Pemohon, pasal-pasal tersebut telah menciderai demokrasi dan tidak menghargai reformasi sebagai sejarah bangsa.

Lalu, menimbulkan kerugian nyata bagi para Pemohon khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang memiliki hak politik, hak ikut, serta dalam pemerintahan dan hak untuk memilih/dipilih.

Menurut para Pemohon, penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan.

Selain itu, para Pemohon menegaskan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat dan kepala daerah secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil.

“Asas demokrasi menjamin semua warga negara memiliki hak yang setara untuk menentukan keputusan yang diambil dalam pengambilan keputusan untuk keberlangsungan hidup masing-masing warga negara,” kata perwakilan Pemohon.

Para Pemohon beranggapan, masyarakat atau warga negara secara bebas harus dapat menentukan sendiri pilihan mereka terhadap wakil rakyat dan kepala daerah yang akan memimpin mereka.

Warga negara, menurut para Pemohon, juga bisa berpartisipasi aktif baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan atas pengambilan kebijakan pemerintah.

Pasal 9 ayat (1) dalam UU IKN dinilai mematikan asas demokrasi rakyat untuk berpartisipasi langsung dalam memilih kepala daerahnya sendiri yang kemudian bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945.

Untuk itu, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan keberlakuan pasal-pasal tersebut dan menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Pulina Nityakanti Pramesi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co