Patgulipat Penggembosan KPK, dari Capim Hingga Revisi UU?

06 September 2019 12:41

GenPI.co - Proses seleksi calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menimbulkan polemik belakangan ini. 

Terlebih, dari  10 nama dari Panitia Seleksi (Pansel) yang telah masuk sampai ke tangan Presiden Joko Widodo untuk kemudian dipilih DPR  itu, ada yang dinilai tak berkompeten dalam menjalankan fungsi KPK. 

Baca juga:

Jokowi: KPK Telah Bekerja dengan Baik

Curhat Agus Rahardjo, KPK Kini Berada di Ujung Tanduk

Penolakan salah satunya datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Asfinawati, ketua  lembaga itu, sebagaimana dikutip dari kompas.com mengatakan,  ada nama yang berpotensi menghambat atau bahkan menghancurkan pemberantasan korupsi. 

Asfina menilai, dari nama-nama yang sudah diserahkan ke presiden, capim dengan  fungsi sebagai penyidik di KPK hilang. Padahal jabatan tersebut memiliki andil dalam penyelidikan saat  lembaga anti rasuah itu  melakukan operasi tangkap tangan.

"Jadi bisa dibayangkan, OTT nggak  ada, pencegahan tidak ada, penyidikan dihilangkan. Jadi sebetulnya apa yang tersisa dari KPK? Tidak ada," ujar Asfina.

Kinerja pansel yang memilih 10 Capim KPK juga disorot Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia. Pansel dianggap  yang tidak memerhatikan rekam jejaknya 10 capim yang lolos dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi kinerja KPK mendatang.

BEM UI menilai Pansel mengabaikan capim tidak mengindahkan agar melaporkan harta kekayaan dari capim. Seharus pelaporan tersebut menjadi syarat untuk melangkah ke proses selanjutnya menjadi capim KPK.

“Rekam jejak negatif menurut salah satu pihak antara lain adalah ketidakpatuhan dalam pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN), dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK, dan lain-lain,” urai  BEM UI dalam rilisnya.

BEM UI menilai Pansel mengabaikan capim yang tidak melaporkan kekayaannya. Seharus pelaporan tersebut menjadi syarat untuk melangkah ke proses selanjutnya menjadi capim KPK.

Pansel kerap menyebutkan bahwa isu kepatuhan LHKPN tidak dijadikan faktor yang menentukan dalam proses seleksi Pimpinan KPK. Padahal pelaporan LHKPN merupakan suatu faktor yang mengukur tingkat integritas dari para capim KPK dan LHKPN juga merupakan suatu perintah undang-undang kepada setiap penyelenggara negara maupun penegak hukum. 

Karena itu BEM UI meminta Presiden Jokowi  mengevaluasi kinerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK qgar dapat dipilih sosok dengn kompetensi terbaik.

Revisi UU KPK

Ketika proses pemilihan capim KPK masih menjadi buah bibir masyarakat, publik dikejutkan dengan munculnya usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Usulan itu tiba-tiba muncul dengan draf revisi UU KPK yang sudah jadi dan diketok palu dalam sidang paripurna di DPR pada Kamis (5/9) kemarin.

Hal tersebut dibenarkan oleh Anggota Badan Legislatif DPR Hendrawan Supratikno. Ia menyatakan revisi UU KPK berlangsung lebih cepat karena sudah disetujui menjadi hak inisiatif dalam sidang paripurna. 

"Ini kan sudah mendekati akhir masa jabatan. Berarti bisa diduga kalau di paripurnakan hari ini, akan selesai cukup cepat," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen yang dikutip dari JPNN.com.

Ada beberapa poin yang direvisi dalam UU tersebut.Salah satunya adalah perubahan terhadap status KPK yang selama ini adalah lembaga Independen, kemudian menjadi lembaga pemerintahan. 

Perubahan lain terkait , kewenangan penyadapan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah mendapat izin dari dewan pengawas.

Simak video menarik berikut:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred Reporter: Winento

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co