GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mendadak membongkar manuver politik Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam Partai Demokrat setelah hasil KLB itu tidak diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Dalam kanal YouTube-nya, Refly Harun kemudian mempertanyakan kemungkinan sikap Istana, baik itu terlibat atau menentang tindakan Moeldoko.
BACA JUGA: Pernyataan Amien Rais Bikin Bergetar, Jokowi Bisa Bernapas Lega
"Itu akan menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi dibantah kalau seandainya Istana mencopot Moeldoko dan mengatakan, 'Kami tidak mau terlibat dalam urusan yang begini-begini. Kalau Moeldoko masih mau menggugat ke pengadilan, maka silakan menggugat ke pengadilan dicopot KSP-nya'," tegas Refly Harun dikutip GenPI.co, Senin (5/4).
Refly Harun pun menyinggung etika yang harusnya diterapkan, mengingat jabatan Moeldoko yang sangat dekat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tapi kalau (Moeldoko) tidak mau menggugat ke pengadilan, atau menyatakan mundur dari itu semua, maka dia tetap bisa bertahan," jelas Refly Harun.
"Itu kalau kita bicara etika yang tidak terlalu tinggi," lanjutnya.
BACA JUGA: Pernyataan Haris Azhar Dibabat Habis Eks Anak Buah SBY, Telak
Menurut Refly Harun, sudah selayaknya Moeldoko dicopot begitu terbukti terlibat dalam kisruh Partai Demokrat.
"Kalau kita bicara etika yang terlalu tinggi, sudah lama seharusnya diganti Moeldoko sebagai pembantu presiden," ungkapnya.
Refly Harun membeberkan, seharusnya langkah awal Moeldoko adalah melapor terlebih dulu ke Jokowi.
Setelah itu, dari laporan Moeldoko dapat diketahui bagaimana respons Jokowi.
"Kenapa? Terjadi paradoks. Dia sendiri mengatakan dirinya tidak melapor hal ini kepada presiden," jelas Refly Harun.
"Bagaimana mungkin, sebuah kebijakan, sebuah langkah yang sedikit banyak akan memengaruhi wajah Istana sama sekali tidak dilaporkan ke presiden sebelumnya?" bebernya.
Padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting, karena terkait nama baik Istana dan Presiden.
"Laporan itu penting untuk mengantisipasi atau mendengar restu dari presiden, apakah presiden membolehkan atau tidak melakukan langkah-langkah seperti itu," pungkas Refly Harun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News