“Horeeee liburan!' Girang campur bahagia menyambut musim liburan sekolah 15 tahun lalu. Gurat senyum terpancar dari raut wajah, pertanda hadiah liburan akan segera kuterima. Agenda liburan kenaikan kelas yang ditunggu-tunggu menghantarkanku ke destinasi incaran para pelajar sebayaku. Kota Batu, kembali ku menyapamu!
Kenangan itu ternyata masih sama, bahkan rasa girannya tak beda. Hanya saja, aku bertandang ke kota Apel untuk mewujudkan hasrat relaksasi, setelah sekian lama berkelut dalam rutinitas pekerjaan Ibu Kota.
Aku tak menyangka, 15 tahun berlalu luapan batin yang kurasakan 15 tahun lampau kembali kurasakan. Kota Batu membuat penasaran membuncah karena tak sabar untuk mencicipi suhu dingin kota ini. Tanya berkelebat di benak, apakah kota ini masih sama dengan saat kukunjungi dulu? Bagaimana dengan panorama perbukitan Panderman yang indahnya tiada tara? Begitu pula dengan wisata petik apel yang selalu buatku enggan untuk pulang. Belum lagi wahana permainan anak Jatim Park yang dulu pernah buatku terpeleset hinga lecet. Aih... momen yang indah untuk mengulang kenangan.
Kamis, 13 Juni 2019. Aku bersama 3 orang kawan lama, bersiap menghabiskan sisa waktu liburan di kota Apel ini. Tak ada rencana khusus, seketika liburan singkat ini terwujud. Anggap saja, semua ini kado dari Tuhan untuk bernostalgia. Persiapan pun kulakukan mendadak, hanya 3 pasang pakaian, alat mandi dan dompet terkemas dalam tas ransel kecil.
Kisah-kisah My Trip Story lainnya
Merasakan Hangatnya Tinggal Bersama Keluarga Batak di Samosir
Ranoh Island, Mewah dan Bikin Betah
Pagi itu pukul 9, kami pun berangkat dengan kendaraan pribadi. Perjalanan ini terasa menyenangkan, terlebih masih dalam suasana libur lebaran. Teman traveling ku kali ini, mereka adalah kawan SMA yang terbilang masih dekat hingga sekarang. Kecuali aku, semua yang mengisi kabin mobil sudah berkeluarga. Sehingaa, obrolan selama perjalanan tak jauh seputar biduk rumah tangga yang mereka bina. Sembari sesekali kami bercerita tentang masa-masa sekolah dulu. Benar- benar mengasyikkan.
Perjalanan ditempuh dalam waktu 2 jam. Jarak ini lumayan dekat, pasalnya kawasan wisata Batu memang tak jauh dari rumahku di perbatasan Malang Blitar. Terasa dekat pula sebab kami sangat menikmati keindahan alam yang tersaji selama di perjalanan. Akses jalan menuju Batu sekarang lebih terasa lebih mulus dan memudahkan para pengendara untuk melintas.
Jalan yang kami lewati ini adalah jalan alternatif Blitar-Malang yang notabene adalah jalan pegunungan. Hal itu justru membuat siapapun yang melintas akan merasa terperangah akan eksotisme alam yang berlimpah. Kanan kiri adalah sungai-sungai kecil, persawahan hijau, hutan cemara dengan tinggi menjulang. Belum lagi keramahan warga kampung yang membuat kami ingin mampir dan menyapa.
Kami sudah memasuki wilayah Batu. Ini ditandai dengan adanya gubuk-gubuk penjaja makanan dan tentu saja toko apel. Suhu dingin langsung menyelinap ke sela-sela jendela mobil. Tak ingin melewatkan kesempatan ini, aku pun membuka jendela dan menikmati kesegaran alami itu. Pohon cemara, jalanan berkelok, dan rumah-rumah di pinggir jurang seolah menyapa kami dengan girang. Bus-bus pariwisata juga terlihat lalu-lalang di sejumlah tempat wisata yang kami lewati. Semuanya masih sama seperti dulu. Para penerjun paralayang juga masih terlihat di atas perbukitan gunung Panderman. Aku meminta supir untuk melaju kendaraan dengan pelan. Ahh rindunya suasana Batu.
Laju mobil ini terhenti di sebuah penginapan kelas ekonomi yang sudah kami pesan sebelumnnya lewat aplikasi. Sebuah mini hostel bernama ‘Penginapan Backpacker 1’, letaknya tak jauh dari pusat Kota. Hanya berjarak 10 menitan ke Alun-alun kota Batu, dan ke sejumlah wisata seperti Museum angkut, Jatim Park 1, dan kawasan wisata petik apel Agrokusuma Park. Kami menyewa dua kamar berukuran mini untuk satu malam. Harganya pun relatif murah, hanya Rp 130 ribu per malam. Fasilitasnya standard, 1 bed ukuran besar dan 1 lemari. Rata-rata penginapan disini tak memakai AC, sebab suhu kota memang cukup membuat kami kedinginan.
Kota Batu, secara geografis terletak di kaki dan lereng pegunungan dan berada pada ketinggian rata-rata 700-2.000 m di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 11-19 derajat Celsius. Dengan luas wilayah sekitar 202,30 km², sebagian besar keadaan topografi kota Batu didominasi kawasan dataran tinggi dan perbukitan yang berlembah-lembah yang terletak di lereng dua pegunungan besar, yaitu Arjuno-Welirang dan Butak-Kawi-Panderman.
Layaknya wilayah pegunungan yang subur, Batu memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk, tentunya hal ini menarik minat masyarakat untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan wisata bersuhu dingin paling nyaman. Sore hari sekitar pukul 4, akupun mandi dan merasakan air pegunungan khas Batu yang super dingin. Seperti mandi air es. Maklum air seperti ini tak bisa kunikmati di Jakarta.
Tepat usai salat maghrib, kami bergegas mencari sarana penghiburan malam sembari berburu kuliner malam khas Batu. Hanya mengandalkan review di internet, akhirnya kami menuju ke Alun-Alun kota Batu yang letaknnya cukup dekat dengan penginapan. Telah lama kudengar ada satu kulliner khas yang melegenda, yakni ‘Pos Ketan 1987’ yang menjadi destinasi kuliner wajib kala ke Batu. Kami pun bergegas warung tersebut. Seperti sudah diprediksi, tempat makan yang tidak terlalu luas itu sudah antrean pengunjung yang mengular. Kami pun akhirnya mencicip kuliner lain terlebih dulu. Sebuah warung bakso Malang menjadi tujuan kami mengganjal isi perut.
Kisah-kisah My Trip Story lainnya
Tanjung Lesung Aja Sudah Move On, Kamu?
Rumah Pengabdi Setan, Benar-benar Seram...
Pulau Banda: Paduan Sejarah, Keindahan Alam dan Adab yang Tinggi
Kuliner Batu yang kuicip malam itu, adalah jajanan tradisional khas seperti cenil, lupis, getuk dan klepon. Selain juga udang dan cumi bakar favorit para pelancong. Bakso Malang pun menjadi hidangan wajib terlebih dipasangkan dengan es jeruk peras yang menyegarkan. Tak puas dengan itu, aku pun memesan wedang angsle dan juga ditutup dengan ronde. Betul-betul kombinasi lapar dan rakus. Tak apa, sebab aku cukup merogoh kocek tak lebih dari Rp 40 ribu untuk makan sebanyak itu.
Aku pun juga tak melewatkan naik biang lala tertinggi di Malang. Konon katanya dari ketinggian bisa melihat landscape kota Batu dengan sangat jelas. Hanya dengan biaya tiket Rp 3 ribu saja, aku bisa menikmati itu semua. Walaupun sebetulnya, aku sangat fobia ketinggian, namun rasa penasaran ini mengalahkan ketakutanku. Dari atas biang lala aku bisa melihat kerlip cahaya malam Malang yang syahdu dan sedikit silau. Semuanya begitu indah.
Sebelum pulang, kami pun mampir dan menikmati semangkok sup ketan durian di warung Pos Ketan 1987. Seperti review orang-orang, nikmat tiada ampun. Meskipun perut sudah terlanjur kenyang, namun kenikmatan ketan Batu ini masih terasa hingga ke ujung lidah. Kami pesan 3 porsi ketan dengan variasi topping, seperti meses, keju dan durian. Semuanya dibandrol hanya dengan harga Rp 18 ribu per porsi. Untuk para pengunjung yang ingin menikmati ketan ini, lokasinya ada di pinggiran alun-alun dengan papan Pos Ketan 1987 di atasnya. Kami juga membeli penyetan untuk bekal sarapan esok hari.
Hari kedua, Jumat 14 Juni perjalanan wisata nostalgia ini membawa kami ke 2 wisata andalan, yakni Kusuma Agrowisata Park dan Jatim Park 2. Pagi itu kami juga langsung check out dari penginapan tersebut. Secara umum, mini hostel ini cukup recommended, terutama untuk kamu yang hanya ingin singgah sementara waktu. Tempatnya bersih, ada satu kamar mandi dan dapur. Kamarnya tak terlalu luas namun nyaman, tergantung variasi kamar yang dipilih. Pesanku, sebaiknya lakukan booking 2 minggu sebelum agar bisa memilih kamar dengan view terbaik, yakni lantai dua. Tapi, sekali lagi, terimakasih ‘Backpacker Hostel’.
Kami langsung bergegas ke Kusumo Agrowisata yang tak jauh dari penginapan. TIba di sana, nasib berkata lain. Ternyata wisata petik apel sedang tutup lantaran musim panen apel sudah lewat. Diperkirakan musim panen ini mulai pada awal April lalu, dan ada lagi pada awal Agustus. Saat itu hanya petik jambu, jeruk dan belimbing saja yang tersedia. Tak apa, akhirnya kami balik badan arah ke kawasan Jatim Park 2, yang letaknya hanya 15 menit dari wisata Agrowisata ini.
Jatim Park 2 merupakan pengembangan dari Jatim Park 1. Bahkan sekarang sudah ada Jatim Park 3. Ketiganya berada di kawasan yang berbeda, namun saling berdeketan. Kami memilih Jatim Park 2, karena ada objek Batu Screet Zoo (BSZ), Museum Satwa dan Eco Green Park yang pamornya tak luntur hingga sekarang. Tiket masuk tergantung paket yang diambil. Saat itu kami memilih paket A, dengan tujuan ke BSZ dan Museum Satwa. Harga tiket Rp 120 ribu per orang. Kedua tempat ini sangat cocok untuk para orang tua yang ingin mengajak anak liburan, karena bisa mengenalkan aneka satwa langka.
Museum Satwa merupakan bagian dari Jatim Park 2. Museum ini menampilkan satwa-satwa yang diawetkan dari berbagai negara diseluruh benua, seperti benua Amerika, Afrika, Asia, Australia, Eropa, Artik, dan Antartika. Menurut info binatang yang diawetkan itu memang yang sudah mati, jadi bukan diburu atau dibunuh untuk diawetkan.
Kisah-kisah My Trip Story lainnya
Cintaku Tertambat di Takabonerate
Bali, Kucicipi Indahnya Pesonamu
Dhaup Ageng, Keramahan & Kesederhanaan Budaya Monarki Pakualaman
Di museum terbesar di indonesia ini juga terdapat replika fosil-fosil hewan purba seperti Mammoth, Stegosaurus. Desain maupun isi dari museum ini tidak kalah jika dibandingkan dengan museum di luar negeri. Di dalam Museum Satwa kamu bisa melihat satwa dalam diorama sesuai habitatnya, mulai Harimau Sumatra, Snow Leopard, Polar Bear sampai California Sea Lion.
Berikutnya masih di kawasan Jatim Park 2 adalah Batu Secret Zoo. Di kebun binatang ini terdapat berbagai macam hewan, yang terdiri dari 132 spesies mamalia, 6 spesies amfibi, 71 spesies reptil, 32 spesies burung dan 63 spesies ikan. Batu Secret Zoo ini menjadi salah satu tempat wisata yang penuh edukasi bagi anak yang ingin mengenal hewan.
Di kawasan ini, kami pun berjalan cukup jauh berkeliling untuk melihat aneka satwa. Namun jika lelah terutama yang membawa anak kecil, bisa menyewa skuter. Semacam kendaraan listrik yang bisa dipinjam dengan harga sewa Rp 130 ribu per 3 jam. Usai melihat aneka binatang ini, para pengunjung bisa menikmati aneka wahana permainan dalam Fantasy Land. Lokasinya masih di dalam area Jatim Park 2 ini. Di area ini, kamu bisa istirahat sambil makan. Karena tersedia banyak stand makanan dan oleh-oleh khas Batu.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 3 sore. Aku = pun undur dari area Jatim Park 2. Sementara kawan-kawanku sudah lebih dulu ke parkiran. Semuannya begitu lengkap. Momen relaksasi sudah terbayar lunas. Kenangan masa kecil pun terbangkitkan. Pikiran segar, hati bahagia. Siap menghadapi hari esok dengan lebih sigap. Terimakasih Batu, sejuknya kotamu malah melahirkan kehangatan dalam hariku.
Lihat juga tayangan menarik ini
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News