Kini Aku Tahu Kenapa Yogyakarta Istimewa

25 November 2019 17:50

GenPI.co - Aku pernah mendengar, kata orang sehabis melancong ke Yogyakarta, rasa rindu akan datang kembali. 

Sepertinya hal tersebut benar adanya. 

Ya, pertama kali aku datang ke Yogyakarta pada 2014, saat aku masih Kuliah.

Kini, aku sudah bekerja. Kesibukan membuatku lupa akan semuanya.

Hingga akhirnya,

Kring... Kring... bunyi ponselku hari itu, Selasa 17 September 2019.

Seorang rekan kerjaku bernama Mia, menghubungiku untuk ikut DLK ke Yogyakarta. 

BACA JUGA: Malas Menghadapi Hari Senin? Lakukan Hal Sederhana Ini...

Pada saat itu ia mengatakan, aku ikut dengan rombongan Dinas Pariwisata Yogyakarta dan seluruh tim Influencer dan Blogger se-Asean.

Sebentar, aku mau cerita dahulu sebelum aku pergi. 

Saat Mia meneleponku dan mengatakan aku menggantikan dia untuk pergi kesana, aku tampak tak percaya diri. 

BACA JUGA: Menyoal Mahar Rp 500 M untuk Jadi Menteri, Ini Kata Analis...

Bagaimana tidak, mereka yang ikut adalah tamu Asean,

"Mati lah aku ini kagak bisa bahasa Inggris," ujarku ke Mia. 

Baiknya, rekan kerjaku ini justru memberi semangat!

Hap! Saya ambil kesempatan itu dan segera meluncur.

(Foto: tiket perjalanan)

Yeay! Tiket sudah di tangan dan aku segera meluncur ke Yogyakarta yang katanya istimewa itu. 

Aku tiba di Yogja pukul 10.00 WIB, selama 5 hari kedepan, terhitung 4-9 Oktober 2019, aku berada di sana. 

Sebelum berangkat aku memutuskan untuk pergi duluan pada tanggal 4 Oktober. 

BACA JUGA: Ahok Jadi Komisaris Utama Pertamina, Belum Bekerja Minta Ini...

Kemudian akupun menelepon rekanku yang bekerja di Yogja untuk meminta waktunya menemaniku selama satu hari berkeliling kota Yogya.

Aku menginap di sebuah penginapan murah (minim budget shay!).

Oh iya, sebelum berangkat aku membuat list perjalanan loh, sebelum ikut dengan rombongan. 

Oke, kita mulai dari perjalanan pertama.

Rasa lapar sudah tak terkendali, mungkin cacing diperut sudah gak sabar mau makan. Langsung menuju House of Raminten sebelum kami check in hotel.

(Foto: spot foto di House of Raminten)

Rumah makan ini berada di Jalan Kaliurang Km 15,5, Sleman, Yogyakarta. Tempat ini salah satu restoran yang wajib dikunjungi buat para pelancong. 

Rumah makan berkonsep homey ini memang dibuat sebetah mungkin loh. Menurut cerita, ini adalah rumah asli dari Raminten. 

BACA JUGA: Pidato Nadiem Bikin Merinding, Curhatan Honorer K2 Ngenes Banget

Ia adalah pria bernama Hamzah Sulaeman yang pernah berperan dalam sebuah acara di Televisi yang memerankan tokoh perempuan berbatik dan bersanggul. 

Oleh karena itu, nama Raminten dipakai untuk restorannya.

Namun, aku harus waiting list alias mencatat nama dulu terus menunggu hingga giliran. Tapi tenang, di ruang tunggu bagian depan terdapat layar Televisi yang bisa ditonton. 

Bagian pojok kiri terdapat patung menyerupai Raminten, patung itu sangat tinggi. 

Di sana pengunjung yang mengantre bisa selfie. Memang patung tersebut sebagai salah satu spot foto disana.

"Atas nama Nisa," Kata pelayan. Kemudian kita di arahkan oleh mbak pelayan ke meja yang sudah kosong itu. 

BACA JUGA: Pak Jokowi Tahu Nggak, Ada Mahar Rp 500 M untuk Jadi Menteri?

Oh iya, di sana pelayannya memakai baju khas abdi dalam kerajaan loh.

Mbaknya memakai kemben dan mas-mas memakai belangkon. Seru ya!

Kemudian tak lama setelah kami duduk, pesanan disajikan.

(Foto: Hidangan pesananku)

Ya, lihat deh pesananku. Aku memesan menu ayam koteka Rp 17 ribu, pacikeran penyetan Rp 12 ribu, sempolan Rp 8 ribu, wedang sere Rp 13 ribu dan minuman satu lagi aku lupa, seingatku harganya hanya Rp 15 ribu. 

Tahukah kalian, menurutku ini adalah makanan termurah yang pernah ku pesan. Total semua hanya Rp 65 ribu.

BACA JUGA: Bandul Politik 2024, Sudah Waktunya Tokoh Sunda Pimpin Indonesia

Porsinya pun buanyak poll! Eh, tapi jika tidak terbiasa dengan wangi dupa yang ada di sana mungkin agak sedikit sesak napas.

(Foto: Menelusuri Yogyakarta dengan motor)

Setelah kenyang, kami pun melanjutkan untuk beristirahat dan siap-siap di Hotel. 

Singkat cerita, kami mulai bergegas mengunjungi Kafe Layar Sentuh yang lagi hits di sosial media. 

Jalannya agak jauh, kami mengendarai motor di sana. 

Sekitar setengah jam dari penginapan, lumayan pegal juga pantat. 

BACA JUGA: Aura Prabowo Subianto Bak Magnet, Seluruh Dunia Jadi Respek

Sampailah kami di sana, sebenarnya niat hati datang ke sana karena ingin melihat langsung suasana sunset, di sana yang katanya keren banget!

(Foto: Sunset di Kafe Layar Sentuh)

Lihat deh.. Ternyata apa yang dikatakan di sosial media benar adanya.

Ketika aku menatap matahari senja, aku tak sabar ingin mengabadikannya. 

Cekrek, bunyi kamera poselku. Di Kafe Layar Sentuh ini harus memesan sebelum duduk. Ada tiga spot menarik ditempat ini, pertama kamu bisa nongkrong di out door bagian kanan, pemandangan langsung menuju sawah. 

Kedua, kamu bisa duduk santai di kolam kecil, oh iya, di sini kamu duduk di pinggir kolam dan kaki masuk ke dalam air. 

BACA JUGA: Pidato Mas Nadiem Bikin Merinding, Bagaimana Nasib Guru Honorer?

Terakhir, kamu bisa duduk dengan nyaman depan kolam dengan kursi-kursi yang sudah disediakan.

(Foto: Menyantap hidangan di Kafe Layar Sentuh)

Aku tidak banyak memesan di sini, aku hanya memesan minuman hangat saja karena udara Yogja semakin dingin. 

Aku mau review makanan di kafe ini. Dari 10 aku akan menilai 7 karena menurutku makanan di sini kurang menarik dan kurang bervariasi. 

Mereka memang menyediakan menu khas Yogja, akan tetapi rasa cemilan yang aku makan jauh dari dugaan. Nilai plus-nya adalah ada pada tempat. 

BACA JUGA: Intelijen TNI Tangkap 3 WNA Cina di Papua, Ada Apa?

Tempatnya cozy banget coy! Kanan kiri sawah, ada kolam renang mini dan suasananya masih sangat desa, nilainya 10. 

Oh iya, untuk lokasinya berada di Jalan Palem Raya, Tambakan, Sleman, Yogyakarta.

Tempatnya buka mulai 07.00-23.00 WIB. 

Setelah sampai di hotel, kami pun mencoba istirahat untuk menambah energi esok harinya sebelum akhirnya aku kerja dinas di sana.

Matahari mulai terbit, ayam pun sudah lelah berkokok dari subuh. Aku hendak bangun dan bergegas mandi tak sabar ingin jalan-jalan.

BACA JUGA: Diingatkan Jokowi Malah Bangga, Kenegarawanan Prabowo Luar Biasa!

Tujuan kami di hari Minggu, 8 Oktober 2019, hendak mencari Bakso yang super besar yang hits juga di sosial media. 

(Foto: Bakso Klenger Ratu Sari)

Kemudian kami datang ke Bakso Klenger Ratu Sari. Lokasinya ada di Jalan Wahid Hasyim No.296, Depok, Yogyakarta. 

Saat masuk ke dalam restoran, kamu akan melihat frame foto di berbagai dinding disana. Itu adalah rekam jejak tempat ini bisa eksis. 

Lurus sedikit sebelum meja kasir, kamu akan melihat jejeran bakso besar dengan berbagai ukuran ada di sini.

Harganya luar biasa muahal amat!!! Sesuai dengan berat masing-masing, di banderol mulai dari Rp 250 ribu-Rp 5 juta, bakso paling besar ini beratnya 5 kilogram. 

Kata mas-mas nya mereka sering menerima orderan tersebut untuk acara arisan. Ini juga harus Pre-Order dulu untuk memesannya, dengan ketentuan maksimal 1 Hari sebelum acara.

Kemudian kami pulang dengan rasa kenyang yang nikmat. "Ah enak banget!" sahut ku si pencinta Bakso.

(Foto: Tempo Gelato)

Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat es krim yang terkenal di Yogja. Tempo Gelato, cabangnya udah banyak banget. 

Tempatnya Instagramable dan yang penting harganya murah cuma Rp 25 ribu sebesar ini. 

Wow. Agak kesusahan saat ingin masuk ke dalam, karena banyak sekali pendatang yang datang mencoba kesegaran gelatonya.

Cukup lama mengantre dengan padatnya orang-orang menunggu es krim. Dengan harga itu, aku bisa mendapatkan dua varian es yang segar. 

Aku pilih greentea dan cokelat. Yummy, segar banget pas dengan cuaca panasnya.

Konsep Tempo Gelato sepertinya dibuat untuk orang-orang yang suka berswafoto. Pasalnya, hampir di seluruh bagian merupakan spot yang Instagramable. Minusnya adalah ngantre banget, tapi itu plus untuk mereka sih. Hehe

(Foto: Pemandangan dari atap Kebon Ndalem)

The next destination sebelum akhirnya aku bergabung dengan rombongan Asean itu, aku menyambangi kafe hits selanjutnya, yaitu Kebon Ndalem. 

Lokasinya persis berada di depan Tugu (ikon Yogyakarta). Menurutku, kafe ini hanya menjual pemandangan karena menu makanan yang dihadirkan kurang lezat dan sangat mahal. 

Tidak sesuai dengan UMR Yogja. Hehe.

Tapi, aku sangat puas dengan keramahan dan pemandangan yang ciamik. 

Aku pun berhasil mengabadikan momen di depan tugu, walaupun sangat panas, hingga menembus kulit paha.

Konon katanya, kalau malam sangat sulit bisa mendapat duduk dengan cepat di sini, karena ramai sekali.

(Foto: Pemandangan di 101 Hotel Tugu)

Say Good bye dengan Ghea yang menemaniku sehari semalam. 

Aku pun lantas menuju hotel 101 untuk bertemu dengan tim lainnya. Tiba saatnya makan malam, kami semua peserta Famtrip turun dan berkumpul di depan kolam renang. 

Kami berkenalan satu sama lain, ada yang dari Thailand, Malaysia, Australia dan Brunei Darussalam. Seru banget aku punya teman baru!

Aku mati kutu karena takut tidak bisa menyeimbangkan percakapan. Tapi, mereka begitu menyenangkan hingga tak ada lagi rasa canggung. 

Saya berkenalan dengan teman-teman dari Malaysia yang menjadi sahabat selama 4 hari di sana. 

Mereka adalah Kak Min, Kak Ayu, Kak Syad dan Rasya. Kami melewatkan malam yang indah.

Oh iya, tujuan datang ke sini adalah untuk merayakan HUT Yogyakarta ke 263 tahun. 

Acara masih akan berlangsung besok malam. Sebelum acara, saat pagi hari kami berkeliling melihat kearifan lokal.

Mulai dari Keraton Yogyakarta, aku menelusuri bangunan atau peninggalan dari sultan di sana. 

Aku melihat para abdi dalem wara-wiri disana untuk menjelaskan sejarah bangunan hingga sultan di Keraton.

Banyak sekali yang aku lihat di sana, aku tertarik dengan suara gamelan yang berbunyi kala itu. 

Ya, memang pada saat itu aku menikmati musik gamelan di pendopo. 

Ternyata musik khas Jawa itu sungguh nyaman didengar ya!.

Setelah pulang dari Keraton, kami melanjutkan perjalanan ke Pasar Beringharjo. 

Selayaknya pasar tradisional di sana ada pasar untukbmakanan, bumbu masak hingga pakaian. 

Mereka juga terkenal dengan pusat pakaian murah, jika kamu ingin membeli batik, aku menyarankan untuk datang ke pasar ini.

Aku pun khilaf menghabiskan banyak uang untuk membeli barang di sini. Mulai dari kain, pakaian, oleh-oleh bisa didapatkan dengan harga yang sangat miring alias murah.

Meskipun tidak terlalu lama di pasar tersebut, rasanya aku puas dengan membeli semua kebutuhan di sana. 

Konon pasar Beringharjo dulunya pohon beringin yang dijadikan bangunan loh.

Lanjut, setelah puas kami bergegas untuk pulang ke hotel bersama dengan rombongan. 

Kami istirahat hingga pada malam hari pukul 19.00 WIB, acara HUT Yogykarta sebentar lagi akan dimulai. 

Mereka menyuguhkan berbagai wayang jelmaan Hanoman. Yaitu Wayang Kapi-kapi.

Wayang tersebut ada yang mirip dengan babi, ular, ayam dan masih banyak lagi.

Setelah para Wayang Kapi-kapi berlenggok di sepanjang jalan Tugu, lantunan musik dari Disk Jokey pun mulai dinyalakan, membuat ratusan manusia di area Tugu bergoyang hingga larut malam. Keren sekali dan kompak!

(Foto: Kawasan Kota Gede)

Hari ke empat ini dalam jadwal yang sudah diberikan panitia, kami harus bergegas ke Kota Gede dan juga Candi Borobudur. 

Ternyata makam Kota Gede itu adalah kompleks pemakaman zaman Mataram.

Namun ada prosedur yang harus dipenuhi untuk masuk ke dalam, melihat makam para kesatria. Adapun syaratnya meliputi:

Adapun pakaian yang dikenakan pada pria yaitu baju menggunakan sikep alit yaitu pakaian dinas harian. 

Sedangkan untuk pakaian Abdi Dalem Estri seharusnya menata rambutnya seperti di sanggul bawah, pakaian atas dinamakan Semeken atau ubet-ubet ini terbuat dari kain panjang untuk menutupi bagian dada, sedangkan untuk menutupi bagian bawah disebut dengan sinjang atau bebed.

(Foto: Pakaian Abdi Dalem dan Abdi Dalem Estri)

Ada hal yang tidak boleh dilakukan yaitu memotretnya. Entah kenapa, yang penting kami harus menjaga kebiasaan orang-orang di manapun berada. 

Oh iya, Kota Gede merupakan salah satu daerah pengerajin silver di Indonesia. Bahkan keberadaanya sudah diakui dunia. 

Aku masuk ke dalam toko perhiasan Ansor, tempat bus kami parkir. Disana lengkap deh, segala macam silver seperti cincin, kalung, gelang hingga bros. Semuanya cantik-cantik. 

BACA JUGA: Di Hotel Mewah Pantai Anyer, Sosok Misterius Membangunkan Tidurku

Kawasan Kota Gede memang banyak sekali toko Silver keren dan harganya bermacam-macam mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

(Foto: Toko Silver Ansor)

Sore berganti malam, kami harus bergegas ke hotel. Sekitar pukul 20.00 WIB kami tiba di loby hotel. 

Ketua Famtrip mengajak kami untuk bergabung dalam acara Farewell Party di kedai kopi tak jauh dari hotel. 

Kami pun bergegas mandi dan siap-siap. Sebenarnya ini waktu yang sedikit menyedihkan, di mana teman yang baru ku kenal harus kembali ke negaranya masing-masing besok dengan penerbangan yang berbeda. 

(Foto: Bersama teman Influencer dan Blogger Asean)

Saat itu semua pun memberikan kesan sudah mengikuti kegiatan ini.

Bahkan kami bertukar Instagram untuk selalu menjaga komunikasi dengan baik. Sebelum kami meninggalkan kedai kopi itu, tak lupa untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan. 

Kami semua bergegas ke hotel untuk istirahat karena besok masing-masing sudah ada jam
terbang pagi. 

BACA JUGA: Hotel Horor: Tetangga Kamar 305, Tak Ingin Aku Terlelap

Sampai lobi hotel pun kami berpelukan satu sama lain, menandakan kami saling senang selama 4 hari di sini.

(Foto: Satu kantong tas berisi oleh-oleh)

Keesokan harinya beberapa teman sudah ada di Bandara, pagi-pagi buta untuk pulang ke daerah asalnya masing-masing. 

Aku tetap berada di hotel hingga pukul 14.00 WIB, karena aku naik pesawat sore. 

Aku pun harus segera pergi meninggalkan hotel, tak lupa aku kembali jalan-jalan disekitaran Malioboro untuk membeli kebutuhan lainnya yang belum terbeli. 

Aku membeli bakpia dan cemilan khas Yogja untuk di bawa ke Jakarta. 

Bahkan barang belanjaanku harus memakai tas besar yang aku beli disana (koper sudah tidak
muat) dan agar tidak malu saat di bandara membawa kardus hehe.

BACA JUGA: Cerita Horor: Sosok Wanita Pucat Sambut Kami di Pohon Keramat

Sedih rasanya aku harus meninggalkan Yogja untuk kedua kalinya, rupanya nama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak sekadar istimewa, melainkan sangat istimewa. 

Benar saja, ketika sampai di rumah aku rindu untuk balik ke sana saat ada kesempatan lain. 
Mulai dari kuliner, masyarakat, tempat wisata hingga bangunannya pun memang luar biasa menakjubkan. 

Suasana Yogja itu ibaratnya kekasih, rindu tapi berat. Hehe "gak nyambung maaf!". 

Itulah ceritaku selama 5 hari di Yogja. Kalau ada yang mau memberangkatkan aku untuk
balik kesana, aku mau! Salam.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Annissa Nur Jannah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co