Mengenal Lompat Batu Yang Jadi Ikon Budaya Nias

17 Maret 2019 08:09

GenPI.co — Fahombo Batu atau yang lebih dikenal dengan Lompat Batu merupakan salah satu atraksi ketangkasan yang dilakukan oleh para pemuda desa di Nias. Atraksi ini menunjukan kedewasaan dan kematangan secara fisik seseorang dewasa. Jika seorang laki-laki bisa melompati batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm secara sempurna, artinya sang pemuda kelak akan menjadi pembela di kampungnya. Tradisi ini hanya boleh diikuti laki-laki saja, sama sekali tidak memperbolehkan kaum perempuan untuk melakukannya.

Jadi Ikon Budaya Nias

Terdapat sebuah kalimat “Belum ke Nias, bila tak menyaksikan aksi lompat batu”, ya, tradisi lompat batu ini menjadi salah satu kekayaan budaya dari berbagai suku di nusantara yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, bahkan mancanegara. Sehingga, budaya yang hanya ada di Nias ini membuat wisatawan penasaran untuk berkunjung ke Nias, dan menikmati segala tradisi yang melekat disana, termasuk kekayaan wisata yang ada.

Menjaga Kampung dari Peperangan

Pada masa itu, untuk menjaga wiayah mereka aman dari serangan musuh, kampung yang ada di Teluk Dalem, Nias Selatan dibentengi pagar bambu runcing setinggi 2 meter. Untuk bisa menerobos kampung lawan, maka prajurit terpilih harus bisa melompati batu pembatas. Jika berhasil melompat, pertanda seluruh pasukan di belakangnya boleh menyerbu lawan.

Saat ini, sudah tak ada lagi peperangan antar-kampung itu, namun lompat batu kini dikemas menjadi satu tarian sebagai daya tarik wisatawan sekaligus bentuk pelestarian budaya. Sehingga, lompat batu kerap dipertunjukan dalam sebuah gelaran acara seperti menyambut tamu kehormatan, festival budaya, maupun acara-acara budaya.

Butuh Latihan Bertahun-tahun

Cedera, sudah menjadi hal yang biasa dialami oleh para pelompat batu. Bahkan, risiko besar lainnya bisa dihadapi mereka seperti patah tangan, patah kaki, patah tulang rusuk, hingga cedera kepala karena benturan. Tidak semua pemuda Nias yang beranjak dewasa pasti bisa melompat batu, bahkan jika mereka sudah berlatih sejak usia 7 tahun. Sehingga, saat ini hanya ada beberapa orang saja yang bisa dan disebut sebagai pelompat batu.

Dapat Disaksikan Di Desa Bawomataluo

Pertunjukan lompat batu dapat disaksikan di Desa Bawomataluo, yang merupakan perkampungan tradisional berumur ratusan tahun terletak di puncak bukit Kabupaten Nias Selatan. Daerah ini dapat dijangkau selama 2,5 jam hingga 3 jam menggunakan kendaraan bermotor dari pusat Kota Gunungsitoli.

Untuk dapat menyaksikan pertunjukan ini, wisatawan perli membayar Rp100.000 hingga Rp150.000 untuk sekali lompatan. Namun jika ingin menyaksikan secara gratis, datanglah pada saat gelaran festival Bawomataluo yang biasanya diadakan pada bulan Juni tiap tahunnya, ataupun saat penyambutan tamu penting yang digelar pemerintah daerah.

Dapat Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Trdisional

Jumat, 12 Maret 2019, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan tiga kebudayaan tradisional dari Pulau Nias Provinsi Sumatera Utara, sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)-Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Salah satu dari tiga budaya itu ialah lompat batu atau fahombo batu. Dua budaya lainnya ialah Faluaya (Tari Perang), dan Tari Maena. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Maulin Nastria Reporter: Yasserina Rawie

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co