
Prtama yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014 berharap semua elemen terkait agar segera melakukan investigasi terhadap dugaan kebocoran data pemilih tersebut, mengingat saat ini sudah hangat situasi politik di Tanah Air.
Sementara itu, terkait sanksi terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE), sata ini Indonesia belum punya undang-undang tentang perlindungan data pribadi (UU PDP), sehingga tidak ada upaya memaksa dari negara kepada PSE untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu.
Akibatnya, banyak terjadi kebocoran data namun tidak ada yang bertanggung jawab, semua merasa menjadi korban.
BACA JUGA: KPU Tak Temukan Ada Kebocoran Data Siber, Kata Idham Holik
Padahal, soal ancaman peretasan sudah diketahui luas.
Oleh karena itu, seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal, misalnya dengan menggunakan enkripsi atau penyandian untuk data pribadi masyarakat, minimal melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan.
BACA JUGA: 98 Anggota KPU yang Dicatut Jadi Kader Parpol Harus Bikin Surat Keberatan
Untuk sanksi kebocoran data, maka bisa menerapkan Permenkominfo Nomor 20 Tahun 2016, karena hingga sekarang Pemerintah dan DPR RI belum mengesahkan Rancangan Undang-Undang PDP menjadi UU.
Adapun sanksi dalam permen tersebut, hanya sanksi administrasi diumumkan ke publik, yang paling tinggi dihentikan operasionalnya sementara.
BACA JUGA: Bawaslu Ungkap Ada Penemuan Menarik Pendaftaran Parpol ke KPU
Selain itu, dalam Pasal 100 ayat (2) PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik, terdapat pemberian sanksi administrasi atas beberapa pelanggaran perlindungan data pribadi yang dapat berupa teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, pemutusan akses, dan dikeluarkan dari daftar.(Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News