Catatan Dahlan Iskan: Senyum Muda

Catatan Dahlan Iskan: Senyum Muda - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Apa boleh buat. Pasrah. Tawakal. Sudah takdirnya begitu. Move on. 

Saya lihat lembaran tiket: kursi nomor 49.

Mungkin ini hukuman bagi prangko yang melepaskan diri dari amplopnya. Si prangko ingin ke Riyadh untuk kali pertama. Jalan darat. Si amplop ditinggal di Madinah. Amplop itu akan dikirim lewat pos ke Makkah: travel Bakkah. Bersama amplop-amplop yang lain.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Pagar Teras

Percayalah si prangko akan tetap mencari amplopnya: pada saatnya.

Tapi 12 jam di pojokan bus paling belakang bukanlah sekadar hukuman. Tidak kebagian jendela pula. Sumpek. Penat. Bergetar –pun di jalan mulus tiga lajur ke arah timur.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Tersiksa Jendela

Saya paksakan menulis untuk Disway: soal Pagar Teras itu. Hebat. Tidak pusing. Jalan bebas hambatan ini mulus sekali. Ini jalan bebas hambatan tapi bukan tol. Gratis. Saudi itu seperti Jerman: tidak punya jalan tol.

Orang Italia pernah menyombongkan diri ke orang Jerman: ketika pertama menggunakan teknologi mobil masuk gerbang tol tanpa berhenti. Si Jerman tinggal menjawab: kami tidak perlu gerbang.

BACA JUGA:  Dahlan Iskan: Depan Belakang

Maafkan kalau Anda tidak bisa tersenyum membaca humor itu: saya mengakui kalah dari L-1301 soal menulis humor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya