"Maka kenapa upah kerja per jam kami tolak, karena tidak mau upah minimum itu dihilangkan," jelas Presiden KSPI ini.
BACA JUGA: Wow... Tim Kuasa Hukum Bongkar 3 Kejanggalan Kasus Novel Baswedan
Menurut Said Iqbal, dalam rancangan Omnibus Law klaster ketenagakerjaan tidak disebutkan jumlah jam buruh atau karyawan atau pegawai dapat bekerja dalam seminggu.
BACA JUGA: Jangan Remehkan Biji Nangka, Khasiatnya Ternyata Mencengangkan
Berbeda dengan di negara lain seperti Jepang, hal tersebut dijelaskan dalam peraturan mereka.
Said Iqbal menjelaskan rancangan peraturan itu hanya menyebut upah per jam dan tidak menyebutkan upah minimum per jam.
BACA JUGA: Kisah Pak Jokowi Dibentak Gadis NTT, Ini Akibatnya...
"Kalau di negara maju tadi upah minimum per jam maka kalau di atas upah minimum per jam itu baru negosiasi produktivitas misal di sektor otomotif berapa, sektor jurnalistik berapa, sektor pariwisata berapa, kan kita hanya bilang upah per jam dalam undang-undangnya," ujarnya.
Artikel ini sudah tayang di JPNN.com dengan judul: Upah Buruh Per Jam, Jika Cuti atau Sakit tak Punya Duit
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News