Dear Diary

Dan Pendar Keemasan itu Menyapu Pekat Malam

Dan Pendar Keemasan itu Menyapu Pekat Malam - GenPI.co
Ilustrasi. (Foto: Alfred/GenPI.co)

“Jadi gimana, Dok,” tanyaku dengan cemas.  Kulirik wajah Ambar yang muram. Lenyap sudah kebahagiaan yang selama beberapa waktu belakangan memberi warna pada wajahnya.

“Janinnya nggak akan berkembang,” jawab Sang Dokter. Ia kemudian menatap Ambar yang telah kehilangan semangatnya. “Ibu nggak boleh sedih, yah. Kita akan coba mempertahankannya.  Saya akan meresepkan beberapa obat penguat,”

Ambar mengangguk perlahan. “Baik, Dok.”

----0----

“Hey, kenapa diam saja,” ucap Ambar yang melihatku termangu seperti patung.

Aku menatap wajahnya yang teduh.   Dalam  kedua matanya yang sebening danau itu aku bisa menangkap seberkas harapan yang tersirat.  Asa yang dimiliki setiap wanita di dunia ini ketika mengetahui rahimnya telah menjadi persemaian sebentuk kehidupan yang baru. 

Aku cemas, sungguh! Aku tak ingin asa itu   tercerabut lagi dari dalam dirinya. Aku tak ingin lagi melihat kedua mata itu sembab karena tangis sepanjang malam. Aku tak mau ia melalui hari dengan penuh penyesalan karena belum mampu menjadi seorang ibu.

“Kita ke dokter?” Aku bertanya dengan hati-hati. Dalam hati aku berdoa agar keajaiban yang tengah terjadi dalam rongga tubuhnya itu terus bertahan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya